![]() |
Sopiallah Ketua BEM Se-Kalimantan. |
Kalimantan kini bagaikan ladang korban dari kebijakan yang
rakus dan pengawasan yang lemah. Hutan digunduli tanpa ampun, tambang dibiarkan
mencemari air dan udara, sementara perusahaan-perusahaan besar terus diberi
karpet merah. Di sisi lain, masyarakat adat dan satwa liar kehilangan ruang
hidup mereka.
Yayasan Auriga Nusantara mencatat, sepanjang tahun 2024,
Kalimantan mengalami deforestasi seluas 124.896 hektare. Provinsi dengan
deforestasi tertinggi adalah Kalimantan Timur (44.483 ha), disusul Kalimantan
Barat (39.598 ha), Kalimantan Tengah (33.389 ha), dan Kalimantan Utara (8.767
ha).
Di mana negara? Di mana tanggung jawab moral dan hukum
pemerintah untuk melindungi alam negeri ini?
Kehadiran tak cukup hanya saat ada kamera. Komitmen tak cukup
hanya sebatas pernyataan normatif. Rakyat butuh bukti nyata bahwa pemerintah
peduli dan berani melawan kepentingan ekonomi yang mengancam masa depan.
Dalam seruannya, "BEM Se-Kalimantan menuntut pemerintah
pusat, daerah, dan sektor terkait untuk segera mengambil langkah konkret dalam
menghentikan laju deforestasi," tegas Sopiallah Koordinator Pusat BEM
Se-Kalimantan (08/06).
Kalimantan bukan halaman belakang yang bisa dibakar
diam-diam. Ia adalah bagian dari tubuh Indonesia, membiarkan perusakan terus
terjadi berarti mengkhianati amanat konstitusi untuk menjaga lingkungan hidup
yang sehat bagi generasi kini dan nanti.
Sudah waktunya berhenti berpihak pada pengusaha perusak.
Saatnya berpihak pada bumi yang telah lama menjerit—baik di Raja Ampat,
Kalimantan, maupun seluruh pelosok negeri.