Ahmad Awlia Mumtaz Mahasiswa UIN Mas Said Surakarta. (Dok. Istimewa)
Mas Andi adalah salah
satu tokoh yang saat ini menjadi sorotan karena program lingkungan hidup di
tempat tinggalnya yaitu Kampung Kauman bisa serta mampu dijalankan. Berbekal
semangat gotong royong serta kepedulian terhadap bumi pertiwi, beliau menggerakan
masyarakat sekitar supaya lebih sadar lingkungan lewat aksi nyata, melalui
bukan orasi. Salah satu program yang dicetuskan Mas Andi adalah edukasi
pemilahan sampah untuk anak-anak, sebab ia meyakini anak-anak adalah cermin
masa depan lebih baik jika terbiasa memilah sampah sejak kecil sampai tumbuh
menjadi generasi peduli lingkungan.
Program tak berhenti dari
itu saja, beliau memimpin pembanguna Vertical Garden dari botol bekas yang
menempel di dinding-dinding rumah masyarkat desanya, selain memperindah Desa,
kebun vertical ini juga menjadi media belajar mengenai urban farming serta
pemanfaatan limbah. Ia memperkenalkan lubang biopori sistem resapan air
sederhana untuk mencegah genangan dan memperbaik kualitas tanah, untuk
menumbuhkan semangat kemandirian, Mas Andi menggagas lahan pekarangan produktif
bersama ibu-ibu pkk serta mengajak anak-anak muda, mereka menanam sayur dan
tanaman obat keluarga di lahan-lahan sempit apabila harga sayur naik masyarakat
hanya memetik hasil di halaman mereka sendiri.
Selain itu, Mas Andi
mengembangkan Bank Sampah dengan juga melibatkan warga di dalam penjualan serta
pengumpulan sampah terpilah. Kardus, plastik, serta logam jadi uang setelah
dikumpulkan lalu diubah, tidak dibuang atau dibakar lagi. Program ini mengubah
tentang bagaimana masyarakat memandang terhadap sampah. Masalah sampah diubah
menjadi potensi ekonomi. Masyarakat mengalami perubahan nilai, kebiasaan, serta
interaksi di mana ada dorongan kesadaran bersama. Dulu interaksi individual itu
buang sampah sembarangan, menanam untuk diri sendiri, sekarang jadi gotong
royong. Kampung menjadi ruang bersama, alih-alih tempat tinggal saja. Sosiologi
berpendapat fenomena sosial muncul akibat terdapatnya pola perilaku kolektif.
Pola ini berubah karena adanya interaksi antarindividu dan antarkelompok. Itu
terjadi secara nyata betul di Gedang Selirang. Kini, sampah dipilah oleh warga
dari rumahnya, teman-temannya diedukasi secara aktif oleh anak-anak, dan sayur
ditanam ibu-ibu secara mandiri. Budaya yang berpihak pada lingkungan pun lahir
ke permukaan—budaya baru.Selain itu, prakarsa Mas Andi adalah suatu wujud
gerakan sosial akar rumput yang terlahir dari, oleh, serta untuk masyarakat.
Mampu mengubah wajah
kampung beserta pola pikir warganya, tanpa jabatan formal di samping anggaran
besar. Transformasi ini menjadi jawaban lokal terhadap isu global yaitu perubahan
iklim. Gedang Selirang turut berkontribusi dalam sebuah upaya penurunan emisi
karbon. Kontribusi ini dilakukan dengan langkah yang kecil seperti adanya
biopori, bank sampah, serta kebun vertikal untuk peningkatan kualitas
lingkungan. Kekuatan dari gerakan sosial berbasis komunitas ada di tempat ini. Gedang
Selirang dikenal akan batik dan tradisinya. Namun, Gedang Selirang lebih
dikenal daripada itu saat ini. Kampung itu juga menjadi harapan, suatu tempat
kesadaran lingkungan tumbuh dari interaksi sehari-hari dari bawah serta dari
tangan orang-orang seperti Mas Andi Wikatma.