Penulis: Nilnal Muna Mahasiswi UIN Raden Mas Said Surakarta.
Bahasa indonesia memiliki peran penting sebagai bahasa
yang mempersatukan bangsa, seperti yang diikrarkan dalam sumpah pemuda tahun
1928. Bahasa ini berfungsi sebagai alat komunikasi nasional, bahasa resmi
negara, serta sarana untuk Pendidikan dan keilmuan. Meski demikian, bahasa
daerah juga memiliki peran yang sama pentingnya, karena akar dari munculnya bahasa
indonesia. Menurut badan Bahasa pengembangan dan pembinaan Bahasa (2023),
indonesia memiliki lebih dari 700 bahasa daerah yang mendukung kekayaan bahasa
di negara ini. Setiap bahasa daerah menyimpan kebijaksanaan lokal dan
nilai-nilai sosial yang memperkaya kebudayaan bangsa.
Bahasa daerah memiliki peran yang tidak kalah penting
sebgai akar budaya, tempat nilai-nilai kearifan lokal bersemayam. Di dalamnya
tersimpan filosifi hidup, tata krama, dan cara berpikir masyarakat yang
diwariskan turun-temurun. Sayangnya, bahasa daerah perlahan-lahan mulai
tersingkir. Banyak anak muda menganggap bahasa daerah kuna, tidak keren, bahkan
“tidak berguna” di dunia modern. Padahal, bahasa daerah mengajarkan nilai
kesopanan, rasa hormat, dan solidaritas yang menjadi akar pembentuk karakter
bangsa. Misalnya, dalam bahasa jawa terdapat tingkatan berbicara seperti ngoko,
krama madia, dan krama inggil yang membimbing penutur untuk memahami konteks
sosial dan aturan etika dalam berbicara.
Menurunnya penggunaan bahasa daerah tidak hanya karena
kemajuan teknologi, tetapi juga karena kurangnya kesadaran untuk menjaga
identitas bahasa sendiri. Generasi muda lebih suka menggunakan campuran antara bahasa
indonesia, bahasa inggris, dan istilah-istilah dari media sosial. Fenomena ini
menciptakan bahasa yang baru yang praktis, tetapi kurang bernilai. Akibatnya,
baik bahasa indonesia maupun bahasa daerah kehilangan makna dasarnya, yaitu
sebagai alat untuk menyampaikan pikiran secara beradab.
Hubungan antara bahasa daerah dan bahasa indonesia
seharusnya saling mendukung, bukan saling bersaing. Bahasa indonesia berkembang
dari bahasa daerah, sedangkan bahasa daerah semakin kuat karena adanya bahasa
indonesia. Keduanya ini seperti dua sisi mata uang: tidak bisa dipisahkan tanpa
merugikan nilai masing-masing. Bahasa indonesia menjadi alat persatuan,
sementara bahasa daerah memperkaya keberagaman ekspresi budaya bangsa.
Upaya pemerintah melalui program revitalisasi bahasa
daerah patut dihargai. Menurut badan pengembangan dan pembinaan Bahasa (2023), sudah
ada 55 bahasa daerah yang berhasil direvitalisasi berkat kerja sama antara
pemerintah, guru, dan masyarakat. Namun, pelestarian bahasa tidak bisa hanya
bergantung pada kebijakan resmi. Program tersebut meliputi pengajaran bahasa daerah di sekolah,
lomba menulis cerita rakyat, hingga pelatihan guru bahasa ibu. Namun,
pelestarian bahasa tidak dapat bergantung sepenuhnya pada kebijakan formal.
Kesadaran untuk menjaga bahasa harus tumbuh dari dalam masyarakat itu sendiri.
Menjaga bahasa berarti menjaga identitas, sebab bahasa adalah cerminan jati
diri suatu bangsa.
Keluarga
memainkan peran penting dalam menjaga bahasa daerah tetap hidup. Jika orang tua
terbiasa berbicara dalam bahasa ibu di rumah, anak-anak akan semakin merasa
memiliki dan bangga terhadap bahasa itu. Sekolah juga bisa membantu dengan
membangun rasa percaya diri anak-anak dalam berbahasa melalui kegiatan seperti
membaca atau menulis cerita lokal. Selain itu, generasi muda yang aktif di
media sosial bisa menjadi bagian dari upaya menjaga bahasa daerah dengan
membuat konten kreatif, seperti video pendek, podcast, atau puisi digital, yang
menarik dan sesuai dengan situasi zaman sekarang. Dengan cara-cara sederhana
ini, bahasa daerah tidak hanya dijaga, tetapi juga diberi kehidupan baru dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat.
Bahasa adalah kehidupan. Ia tetap hidup selama para
penuturnya masih menggunakannya. Ketika bahasa daerah dan bahasa indonesia
berjalanbersama salah satu memperkuat yang lain, saling melengkapi maka bangsa
ini tidak hanya komunikatif, tetapi juga kaya akan budaya dan batin. Karena di
balik setiap kata yang kita ucapkan, terkandung sejarah panjang mengenai siapa
kita dan darimana kita berasal.
Jika kita hanya fokus pada kemajuan tanpa merawat
akar-akar budaya, kita beresiko menjadi sebuah bangsa besar yang kehilangan
jiwa. Bahasa daerah dan bahasa indonesia sebenarnya bukanlah sesuatu yang
membentuk identitas bangsa. Kedua hal ini harus berkembang secara seimbang agar
indonesia tetap kuat dan berdiri tegak modern, namun tetap memiliki akar yang
kuat pada nilai-nilai budaya. Karena sesugguhnya, menjaga bahasa adalah cara
untuk menjaga jati diri sebuah bangsa.
Penulis: Nilnal Muna Mahasiswi UIN Raden Mas Said Surakarta.