Notification

×

Iklan

Iklan

10 Desember: Menimbang Ulang Komitmen Indonesia terhadap Hak Asasi Manusia

Rabu, 10 Desember 2025 | 10.03 WIB Last Updated 2025-12-10T05:40:37Z

Foto: Amnesty Internasional
OPINI.CO.SURABAYA
Setiap 10 Desember, dunia memperingati Hak Asasi Manusia, sebuah momen yang merujuk pada diadopsinya Universal Declaration of Human Right (UDHR) oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1948. Peringatan ini tidak hanya bersifat seremonial, tetapi menjadi pengingat global bahwa penghormatan terhadap martabat manusia adalah kewajiban universal yang harus dijalankan setiap negara. Momentum ini sekaligus wujud komitmen dari dari komunitas internasional untuk memastikan bahwa hak asasi manusia dipenuhi tanpa terkecuali. Dalam konteks Indonesia, tanggal ini menjadi ruang refleksi: apakah prinsip-prinsip dasar HAM sudah benar-benar hadir dalam kebijakan dan tindakan negara bagi seluruh warganya?

 

Peringatan Hari Hak Asasi Manusia setiap 10 Desember seharusnya menjadi momentum bagi Indonesia untuk meninjau kembali sejauh mana komitmen negara terhadap perlindungan martabat manusia. Dalam berbagai forum internasional, Indonesia kerap menegaskan diri sebagai negara yang menjunjung HAM. Namun, berbagai laporan beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa komitmen tersebut masih menghadapi tantangan serius di tingkat implementasi. Situasi ini menuntut evaluasi jujur, bukan sekadar seremoni tahunan.

 

Laporan Human Rights Watch 2024 menunjukkan bahwa Indonesia masih menghadapi persoalan berulang berupa pembatasan kebebasan berekspresi, penggunaan pasal karet UU ITE, serta kekerasan aparat dalam penanganan isu-isu sosial tertentu. Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa revisi UU ITE 2024 belum sepenuhnya menghilangkan potensi kriminalisasi ekspresi yang sah. Temuan ini menunjukkan bahwa regulasi yang seharusnya melindungi kebebasan justru berpotensi membatasi ruang demokrasi.

 

Komnas HAM, dalam Laporan Tahunan 2023-2024, juga mencatat peningkatan pengaduan masyarakat terkait kekerasan, intimidasi, konflik agraria, dan pelanggaran oleh aparat. Berdasarkan data lembaga tersebut, persoalan yang muncul bukan hanya soal lemahnya penegakan hukum, tetapi juga terkait kultur institusi yang belum sepenuhnya menjadikan prinsip HAM sebagai pedoman kerja. Laporan ini dapat diakses melalui situs resmi Komnas HAM. Data tersebut memperlihatkan adanya jarak antara komitmen normatif dan realitas lapangan.

 

Indonesia sebenarnya memiliki fondasi hukum yang kuat, mulai dari UUD 1945, TAP MPR No. XVII/MPR/1998, hingga Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Namun, kerangka hukum ini akan kehilangan makna jika tidak disertai konsistensi negara dalam memastikan perlindungan bagi setiap warga. Dalam konteks ini, peringatan HAM bukan hanya evaluasi negara, tetapi juga evaluasi atas keseriusan seluruh institusi penegakan hukum dalam menjunjung akuntabilitas.

 

Amnesty International turut menyoroti tantangan baru yang berkaitan dengan penyusutan ruang sipil, termasuk pelabelan “anti-pemerintah”, serangan digital, dan pemidanaan terhadap aktivisme damai. Temuan ini dimuat dalam Amnesty International Report 2023/2024. Catatan tersebut menunjukkan bahwa perlindungan terhadap hak sipil belum menjadi prioritas yang kuat pada level praktik.

 

Situasi tersebut mengharuskan adanya pembenahan yang lebih serius. Sebab, keberhasilan negara dalam menjalankan komitmen HAM tidak hanya diukur dari keberadaan undang-undang atau ratifikasi instrumen internasional, tetapi dari perubahan nyata yang dirasakan masyarakat. Negara perlu memastikan bahwa aparat menghormati prinsip due process of law, yaitu jaminan bahwa setiap tindakan penegakan hukum berjalan melalui prosedur yang sah, adil, transparan, dan tidak sewenang-wenang. Prinsip ini juga menuntut adanya mekanisme pengaduan yang mudah diakses serta pemulihan yang layak bagi setiap korban pelanggaran.

 

Peringatan Hari HAM seharusnya tidak hanya menjadi upacara yang hadir melalui lisan atau unggahan seremonial di media sosial, tetapi menjadi ruang refleksi untuk menilai apakah negara benar-benar hadir melindungi manusia dari kekerasan, ketakutan, dan ketidakadilan. Evaluasi ini penting agar prinsip HAM tidak berhenti pada slogan, melainkan menjadi fondasi etis yang mengarahkan kebijakan publik. Komitmen terhadap HAM harus diwujudkan melalui tindakan politik yang tegas dan konsisten, karena hak asasi bukan sekadar wacana normatif, melainkan ukuran nyata dari keberadaban sebuah negara.


Penulis: Amizy Nova Airul Ayunda Kurniawan Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

×
Berita Terbaru Update