![]() |
Alexsandro Abdul Ghoni Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta. (Dok. Ybs) |
Sebagai mahasiswa, kita
punya tanggung jawab yang cukup banyak. Mulai dari tugas kuliah, organisasi,
kerja part-time, sampai urusan hidup mandiri. Tapi makin ke sini, makin banyak
mahasiswa yang ngerasa stuck. Salah satu penyebabnya antara lain konsumsi media
sosial yang gak terkendali, termasuk TikTok.
Kalau kita mau jujur,
kebiasaan scroll TikTok tiap malam itu bukan sekadar kebiasaan males. Ini bisa
jadi bentuk pelarian dari tekanan yang numpuk. Banyak mahasiswa ngerasa capek,
bingung sama masa depan, dan terbebani sama ekspektasi baik dari diri sendiri,
keluarga, maupun lingkungan. Akhirnya, TikTok jadi pelampiasan. Isinya hiburan,
gampang dicerna, dan bikin ketawa, beda banget sama realitas hidup yang kadang
bikin stres. Tapi justru karena terlalu sering lari ke situ, mahasiswa jadi
terjebak di pola yang merugikan. Bangun siang karena tidur kemaleman, tugas
makin numpuk, akhirnya makin stres, dan malamnya scroll TikTok lagi buat
ngilangin stres. Muter terus kayak lingkaran setan.
Dari sisi psikologi
sosial, mahasiswa sekarang tuh rentan kena fear of missing out (FOMO). Ngerasa
harus selalu update tren, takut ketinggalan topik obrolan di tongkrongan, atau
sekadar pengen eksis biar dianggap “nyambung”. Ini yang bikin TikTok susah ditinggalin.
Karena kalau gak update, takut dianggap kudet. Padahal, waktu dan fokus kita
pelan-pelan dikuras habis.
Kalau ditelaah lebih
dalam, ini gak bisa lepas dari kondisi sosial mahasiswa saat ini. Banyak yang
harus ngekost jauh dari keluarga, hidup serba hemat, dan dituntut buat
multitasking. Beban mental dan emosional ini gede banget. Sayangnya, gak semua
punya tempat buat curhat atau sistem pendukung yang kuat. Akhirnya, media
sosial dijadikan teman pelarian. Tapi, pelarian yang sifatnya sementara ini gak
nyelesain masalah, justru sering bikin makin jauh dari realitas.
Belum lagi soal
solidaritas dan hubungan sosial. Mahasiswa itu dulu identik sama semangat
kolektif, diskusi panjang sampai tengah malam, aksi turun ke jalan, dan budaya
berpikir kritis. Tapi kenyataannya sekarang banyak yang lebih aktif di kolom
komentar TikTok daripada di forum kampus. Bukan berarti semua harus jadi
aktivis, tapi fenomena ini nunjukin kalau interaksi sosial langsung makin
dikalahkan sama budaya digital yang serba instan.
Kalau diamati, mahasiswa
zaman sekarang juga mengalami semacam krisis identitas produktivitas. Di satu
sisi, dituntut buat produktif, aktif, dan serba bisa. Tapi di sisi lain,
tergoda buat leha-leha karena akses hiburan begitu gampang. Banyak yang terjebak
di antara dua kutub ini, katanya pengen maju, tapi gak tau harus mulai dari
mana. Akhirnya, yang dilakukan ya cuma satu scroll TikTok, sambil berharap mood
ngerjain tugas datang entah dari mana.
Tapi apakah semua ini
salah TikTok? Enggak juga. TikTok itu cuma alat. Masalah utamanya ada di
manajemen diri. Kita kadang gak sadar kalau waktu 15 menit yang hilang buat
scroll video bisa berubah jadi dua jam cuma karena “satu video lagi deh”.
Disiplin diri jadi tantangan terbesar di era serba digital kayak sekarang. Buat
mahasiswa, penting banget buat sadar soal ini. Bukan berarti harus jadi super
produktif tiap hari, tapi setidaknya bisa ngatur waktu dengan lebih bijak.
Karena kuliah itu bukan cuma soal nilai, tapi juga masa depan. Dan masa depan
gak bisa dibentuk dari konten-konten 60 detik yang kita tonton sebelum tidur.
Kalau mau mulai berubah,
bisa dari hal kecil. Bikin jadwal tidur yang konsisten, matiin notifikasi
TikTok sebelum tidur, kasih waktu khusus buat hiburan tanpa ganggu prioritas.
Atau coba aktif di komunitas kampus, organisasi, atau ngobrol bareng teman tentang
hal yang lebih bermakna dari sekadar tren FYP.
Karena mahasiswa itu agen
perubahan, bukan cuma penonton layar. Jangan sampe kita jadi generasi yang tau
semua tren, tapi lupa caranya mikir kritis. Tau semua filter viral, tapi
bingung waktu disuruh ambil keputusan. Ingat, tugas emang berat, tapi masa depan
bisa lebih berat kalau kita terus-terusan menjadikan “scroll TikTok” sebagai
rutinitas harian tanpa arah.