Notification

×

Iklan

Iklan

Rindu Ibu yang Tak Pernah Usai

Sabtu, 28 Juni 2025 | 13.25 WIB Last Updated 2025-06-28T06:25:44Z

Ghazi Al Ghifari Mahaiswa Universitas Nahdlatul Ulama Kalimantan Barat. (Dok. Ybs)

OPINI.CO. PONTIANAK - Pada tahun (1977) di sebuah desa lahirlah seorang perempuan yang bernama Arfah. Dia dibesarkan oleh keluarga yang sederhana, Dengan berjalannya waktu iya semakin tumbuh dewasa dan sudah berusia 6 tahun, sehingga sudah waktu nya dia untuk sekolah di SD, setelah lulus SD iya pun melanjutkan sekolah di Madrasah, setelah lulus Madrasah dan seterusnya sampailah di jenjang kuliah, dengan mengambil jurusan PAI di STAIN Pontianak.

Setelah selesai kuliah ia pun honor di SD, dekat dengan rumahnya, setelah beberapa lama honor dan waktu selalu berjalan  ia pun bertemu sama seorang  lelaki yang bernama Hasbi di usianya yg kisaran 25 tahun. Pada akhirnya mereka menjalin hubungan dan menjadi pasangan suami istri yang bahagia.  Setelah berjalannya waktu mereka dikarunia 3 anak. Anak pertama seorang perempuan yang bernama Liza Herawati, terus lahirlah anak yang ke-2 juga seorang perempuan yang bernama Azka Pajriati, dan lahirlah anak yang ke-3 ya itu saya seorang laki- laki yang bernama Ghazi Al Ghifari,sering dipanggil AL, ibu sangat menyayangi saya sampai-sampai anak pertama dan ke-2 nya seperti kurang diperhatikan, sebab ke 2 saudara saya merupakan wanita jadi hanya saya sendiri anak laki lakinya, tetapi ibu tetaplah ibu yang  sama-sama sayang kepada kami bertiga tidak ada membeda-bedakan.

 

Dengan berjalan nya waktu, saya tumbuh semakin dewasa setelah saya berusia 6 tahun saya di sekolah kan oleh ibu saya di SD tempat ia mengajar, setelah saya lulus SD, saya melanjutkan sekolah di SMP, dan seterusnya sampai saya melanjutkan ke jenjang perkuliahan, dengan mengambil jurusan PGSD di UNU Pontianak pada tahun 2024. Saya mengambil jurusan PGSD karena saya mau seperti ibu saya, menjadi seorang guru, dan menjadi guru adalah cita-cita saya dari kecil.

 

Tibalah waktunya saya berangkat ke kota pontianak disitu lah saya diberi pesan oleh ibu, bawah kalo kamu sudah di sana apa-apa kamu pasti akan lakukan sendiri seperti cuci pakaian, nyapu, masak, dan lain-lain kamu lakukan sendiri, dan yang paling saya ingat dari pesan ibu adalah kalo kamu udah sendiri disana, jangan pernah sekali-sekali kamu  tinggal kan sholat, jangan lupa ngaji sehabis sholat magrib, dan pesan ibu sekolah yang benar disana jangan sering nongkrong malem-malem sampai subuh. Itu lah pesan ibu yang sangat menyentuh hati, sehingga saya langsung memeluk ibu, dengan erat sebelum saya berangkat, setelah saya selesai memeluk ibu, saya berangkat dari rumah menuju kota Pontianak.

 

Sesampainya saya di kota Pontianak saya pun langsung membersihkan tempat kosan, di mana itu akan menjadi tempat tinggal baru saya, sudah membereskan barang-barangnya saya pun istirahat sejenak dan mengingat kata-kata ibu bawah nanti kalo kamu disana apa-apa kamu akan lakukan sendiri, dan kata-kata ibu hari itu benar saya rasakan sekarang, kalo mau bersih-bersih apa-apa semuanya harus melakukan nya sendir.

 

Sesudah beberapa bulan berlalu saya melakukan perkuliahan, saya pun merasa rindu sekali dengan ibu, saya berkata dalam hati sambil baring di dalam kamar, sudah beberapa bulan sejak terakhir kali saya memeluknya. Sejak merantau ke kota untuk kuliah, hari-hari saya merasa penuh, penuh dengan tugas, jadwal kuliah, dan kehidupan baru yang menuntut kemandirian. Saya sangat merindukan hal-hal sederhana yang dulu terasa biasa-biasa saja, seperti suara Ibu membangunkan saya pagi-pagi untuk berangkat ke sekolah , aroma masakannya dari dapur.

 

Setiap malam sebelum tidur saya sering mengingat kejadian-kejadian masa lampau yang di mana waktu saya kecil ibu memarahi saya sambil membawa kayu kecil, untuk saya pulang karena sudah lewat batas untuk bermain-main dan ibu menyuruh pulang karena waktunya sudah sore mau magrib, dan terkadang sebelum tidur saya membuka galeri foto di HP. Foto Ibu sedang tersenyum di depan rumah, mengenakan daster batik dan kerudung seadanya, senyumnya selalu terlihat kuat, tapi aku tau ada rindu yang ibu tahan agar saya tidak merasa sedih. Terkadang saya ingin pulang saat pada akhir pekan, tapi apa lah daya jarak dari kota ke kampung ku terlalu jauh memerlukan waktu 12 jam untuk sampai kesana menggunakan kendaraan roda 4 atau roda 2, sehingga memerlukan biaya yang banyak dan juga tugas-tugas membuatku menunda untuk aku pulang ke kampung. Telepon dan video call jadi pelepas rindu ku, tapi tak akan  benar-benar puas karena cuma bisa melihat nya saja dari HP tidak bisa menyentuh tangannya yang hangat. Karena itu lah Rindu ini tetap terasa, menumpuk di dada, dan tak bisa dihapus hanya dengan mendengar suara dan melihat lewat hp saja.

 

TerKadang Saat hujan turun saya duduk diam di teras rumah, sambil membayangkan sedang duduk bersama ibu di dapur kampung, saya bercerita panjang lebar tentang keadaan saya di kota saat saya sendirian, menceritakan tentang kuliah, tentang teman- teman saya, dan dosen killer yang suka marah-marah, ibu mendengarkan sesekali tertawa.

 

“Bu sehat-sehat selalu buu di kampung, aku di sini selalu mendoakan muu , maaf ya bu, aku kemarin gak bisa pulang pas Lebaran haji”. Percayalah ibu aku disini selalu merindukan dirimu, rinduku padamu, Ibu, itu tidak akan pernah habis-habisnya. Tapi kini aku tahu, rindu ini bukan untuk disembuhkan. Ia adalah bukti cinta yang terus hidup, meski jarak memisahkan kita bu, hatiku tetap pulang ke rumah yang bernama Ibu.

×
Berita Terbaru Update