Ghazi Al Ghifari Mahaiswa Universitas Nahdlatul Ulama Kalimantan Barat. (Dok. Ybs)
Setelah selesai kuliah ia pun honor
di SD, dekat dengan rumahnya, setelah beberapa lama honor dan waktu selalu
berjalan ia pun bertemu sama seorang lelaki yang bernama Hasbi di
usianya yg kisaran 25 tahun. Pada akhirnya mereka menjalin hubungan dan menjadi
pasangan suami istri yang bahagia. Setelah berjalannya waktu mereka
dikarunia 3 anak. Anak pertama seorang perempuan yang bernama Liza Herawati,
terus lahirlah anak yang ke-2 juga seorang perempuan yang bernama Azka
Pajriati, dan lahirlah anak yang ke-3 ya itu saya seorang laki- laki yang
bernama Ghazi Al Ghifari,sering dipanggil AL, ibu sangat menyayangi saya
sampai-sampai anak pertama dan ke-2 nya seperti kurang diperhatikan, sebab ke 2
saudara saya merupakan wanita jadi hanya saya sendiri anak laki lakinya, tetapi
ibu tetaplah ibu yang sama-sama sayang
kepada kami bertiga tidak ada membeda-bedakan.
Dengan berjalan nya waktu, saya
tumbuh semakin dewasa setelah saya berusia 6 tahun saya di sekolah kan oleh ibu
saya di SD tempat ia mengajar, setelah saya lulus SD, saya melanjutkan sekolah
di SMP, dan seterusnya sampai saya melanjutkan ke jenjang perkuliahan, dengan
mengambil jurusan PGSD di UNU Pontianak pada tahun 2024. Saya mengambil jurusan
PGSD karena saya mau seperti ibu saya, menjadi seorang guru, dan menjadi guru
adalah cita-cita saya dari kecil.
Tibalah waktunya saya berangkat ke
kota pontianak disitu lah saya diberi pesan oleh ibu, bawah kalo kamu sudah di
sana apa-apa kamu pasti akan lakukan sendiri seperti cuci pakaian, nyapu,
masak, dan lain-lain kamu lakukan sendiri, dan yang paling saya ingat dari
pesan ibu adalah kalo kamu udah sendiri disana, jangan pernah sekali-sekali
kamu tinggal kan sholat, jangan lupa ngaji sehabis sholat magrib, dan
pesan ibu sekolah yang benar disana jangan sering nongkrong malem-malem sampai
subuh. Itu lah pesan ibu yang sangat menyentuh hati, sehingga saya langsung
memeluk ibu, dengan erat sebelum saya berangkat, setelah saya selesai memeluk
ibu, saya berangkat dari rumah menuju kota Pontianak.
Sesampainya saya di kota Pontianak
saya pun langsung membersihkan tempat kosan, di mana itu akan menjadi tempat
tinggal baru saya, sudah membereskan barang-barangnya saya pun istirahat
sejenak dan mengingat kata-kata ibu bawah nanti kalo kamu disana apa-apa kamu
akan lakukan sendiri, dan kata-kata ibu hari itu benar saya rasakan sekarang,
kalo mau bersih-bersih apa-apa semuanya harus melakukan nya sendir.
Sesudah beberapa bulan berlalu saya
melakukan perkuliahan, saya pun merasa rindu sekali dengan ibu, saya berkata
dalam hati sambil baring di dalam kamar, sudah beberapa bulan sejak terakhir
kali saya memeluknya. Sejak merantau ke kota untuk kuliah, hari-hari saya
merasa penuh, penuh dengan tugas, jadwal kuliah, dan kehidupan baru yang
menuntut kemandirian. Saya sangat merindukan hal-hal sederhana yang dulu terasa
biasa-biasa saja, seperti suara Ibu membangunkan saya pagi-pagi untuk berangkat
ke sekolah , aroma masakannya dari dapur.
Setiap malam sebelum tidur saya
sering mengingat kejadian-kejadian masa lampau yang di mana waktu saya kecil
ibu memarahi saya sambil membawa kayu kecil, untuk saya pulang karena sudah
lewat batas untuk bermain-main dan ibu menyuruh pulang karena waktunya sudah
sore mau magrib, dan terkadang sebelum tidur saya membuka galeri foto di HP.
Foto Ibu sedang tersenyum di depan rumah, mengenakan daster batik dan kerudung
seadanya, senyumnya selalu terlihat kuat, tapi aku tau ada rindu yang ibu tahan
agar saya tidak merasa sedih. Terkadang saya ingin pulang saat pada akhir
pekan, tapi apa lah daya jarak dari kota ke kampung ku terlalu jauh memerlukan
waktu 12 jam untuk sampai kesana menggunakan kendaraan roda 4 atau roda 2,
sehingga memerlukan biaya yang banyak dan juga tugas-tugas membuatku menunda
untuk aku pulang ke kampung. Telepon dan video call jadi pelepas rindu ku, tapi
tak akan benar-benar puas karena cuma bisa melihat nya saja dari HP tidak
bisa menyentuh tangannya yang hangat. Karena itu lah Rindu ini tetap terasa,
menumpuk di dada, dan tak bisa dihapus hanya dengan mendengar suara dan melihat
lewat hp saja.
TerKadang Saat hujan turun saya
duduk diam di teras rumah, sambil membayangkan sedang duduk bersama ibu di
dapur kampung, saya bercerita panjang lebar tentang keadaan saya di kota saat
saya sendirian, menceritakan tentang kuliah, tentang teman- teman saya, dan
dosen killer yang suka marah-marah, ibu mendengarkan sesekali tertawa.
“Bu sehat-sehat selalu buu di
kampung, aku di sini selalu mendoakan muu , maaf ya bu, aku kemarin gak bisa
pulang pas Lebaran haji”. Percayalah ibu aku disini selalu merindukan dirimu,
rinduku padamu, Ibu, itu tidak akan pernah habis-habisnya. Tapi kini aku tahu,
rindu ini bukan untuk disembuhkan. Ia adalah bukti cinta yang terus hidup,
meski jarak memisahkan kita bu, hatiku tetap pulang ke rumah yang bernama Ibu.