![]() |
Ragil Pradana Sutra Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta. (Dok. Istimewa) |
Keberadaan makam di
lingkungan masjid bukanlah fenomena yang asing dalam tradisi Islam di Nusantara.
Hal ini seringkali dikaitkan dengan penghormatan terhadap para pendiri atau
tokoh agama yang berjasa dalam mengembangkan syiar Islam di suatu daerah. Di
Masjid Gedhe Jatinom, makam-makam yang ada diyakini sebagai tempat
peristirahatan Kiai Ageng Gribig, Seorang tokoh ulama yang memiliki peran
sentral dalam menyebarkan ajaran Islam di Jatinom Pada masa lampau. Beliau
dikenal sebagai sosok karismatik dan memiliki pengaruh besar di Kalangan
masyarakat, sehingga makamnya hingga kini ramai diziarahi. Lebih dari sekadar
penanda kuburan, makam-makam di Masjid Gedhe Jatinom menjadi Pengingat akan
akar sejarah dan nilai-nilai yang diwariskan oleh para pendahulu.
Masyarakat Setempat tidak
hanya datang untuk beribadah, tetapi juga untuk berziarah, memanjatkan doa, Dan
mengenang jasa-jasa tokoh yang dimakamkan di sana. Tradisi ziarah ini menjadi
bagian Tak terpisahkan dari kehidupan keagamaan dan sosial masyarakat Jatinom,
mempererat ikatan Antara generasi saat ini dengan masa lalu mereka. Secara
arsitektural, keberadaan makam di dalam kompleks masjid seringkali
diintegrasikan dengan bangunan utama secara harmonis. Meskipun sederhana,
penataan makam tetap memperhatikan kesucian dan kekhidmatan tempat ibadah.
Biasanya, area makam dipisahkan dengan pagar atau pembatas yang tidak mencolok,
namun tetap memberikan ruang khusus bagi para peziarah untuk berdoa dengan
tenang.
Namun, keberadaan makam di masjid juga memunculkan beberapa pandangan dan diskusi. Sebagian kalangan berpendapat bahwa masjid seharusnya difokuskan sepenuhnya untuk ibadah ritual, dan keberadaan makam dapat mengalihkan perhatian atau bahkan berpotensi menimbulkan praktik-praktik yang kurang sesuai dengan ajaran Islam. Meskipun demikian, bagi masyarakat Jatinom, makam Kiai Ageng Gribig di Masjid Gedhe telah menjadi bagian integral dari identitas masjid dan memiliki nilai historis serta spiritual yang sulit dipisahkan. Terlepas dari berbagai perspektif, keberadaan makam di Masjid Gedhe Jatinom memberikan pelajaran berharga tentang bagaimana sejarah dan nilai-nilai luhur dapat diabadikan dalam ruang publik. Makam ini bukan hanya monumen bisu, tetapi juga narasi hidup tentang perjuangan, kearifan, dan dedikasi para pendahulu dalam menyebarkan kebaikan. Dengan demikian, Masjid Gedhe Jatinom tidak hanya menjadi pusat kegiatan keagamaan, tetapi juga penjaga memori kolektif dan simbol penghormatan terhadap warisan spiritual yang tak ternilai harganya. Melalui ziarah dan refleksi di dekat makam para leluhur, generasi penerus diharapkan dapat meneladani semangat dan nilai-nilai yang telah ditanamkan, serta terus menjaga keberlangsungan tradisi dan kearifan lokal.