![]() |
Yoga Saputra (Peserta Forum Bahtsul Masail-V & Anggota LDNU Kota Singkawang) |
Salah satu bentuk penyimpangan yang paling menonjol adalah klaim sepihak dari pemimpin tarekat yang menyatakan dirinya sebagai Imam al-Mahdi serta mengaku menerima kalam/firman dari Allah swt secara langsung, yang kemudian ditulsikan dalam sejumlah kitab, termasuk di antaranya Risalah Kalam al-Mahdi. Selain itu, forum juga mencermati adanya sejumlah doktrin dan praktik lain yang dinilai tidak selaras dengan ajaran pokok Islam.
Namun demikian, menyusul beredarnya keputusan tersebut di ruang publik, muncul sebuah tulisan anonim yang memuat sanggahan terhadap keputusan LBMNU Sungai Raya dengan judul: Sanggahan Ilmiah & Kritis Terhadap Keputusan LBM NU Kec. Sungai Raya Tentang Tarekat Al-Mu’min. Dilihat dari struktur narasi dan gaya bahasa yang digunakan, terdapat indikasi kuat bahwa teks tersebut merupakan hasil produksi artificial intelligence (AI) dengan argumen yang lemah serta tidak memenuhi standar validitas keilmuan, meskipun secara tampilan berusaha disusun secara akademik.
Sebenarnya kurang tertarik menanggapi tulisan yang produk AI dan belum tentu dipahami oleh si pembuatnya, akan tetapi, karena broadcast ini turut disebarluaskan oleh salah satu tokoh penting di lingkungan Tarekat Al-Mukmin, maka saya, sebagai salah satu peserta dalam forum Bahtsul Masail tersebut, merasa perlu memberikan tanggapan. Bukan sekedar tanggapan atas sanggahan yang tidak berbasis ilmiah dan hasil AI tersebut, melainkan lebih sebagai penegasan bahwa keputusan LBMNU dilandasi oleh proses kajian metodologis yang ketat, bukan oleh asumsi subjektif ataupun sentimen emosional sebagaimana yang secara tendensius dituduhkan oleh pihak yang bersangkutan.
Misquotation atau Kesalahan Kutip dalam Sanggahan
Salah satu kelemahan paling mencolok dalam broadcast yang beredar sebagai sanggahan terhadap keputusan Bahtsul Masail LBMNU Sungai Raya adalah banyaknya kesalahan kutip (misquotation) serta kutipan-kutipan yang tidak relevan dengan pokok pembahasan. Ini menunjukkan rendahnya ketelitian akademik dan mengindikasikan bahwa tulisan tersebut besar kemungkinan dihasilkan oleh artificial intelligence (AI) tanpa penyuntingan ilmiah yang memadai. Ketidakakuratan ini tentu sangat melemahkan argumentasi yang dibangun. Beberapa kesalahan kutip dan kutipan yang tidak relevan di antaranya:
Pertama, pada broadcast dituliskan kaidah fikih dengan redaksi: "الاستصحاب براءة الذمة", yang diklaim bersumber dari Al-Asybah wa an-Nazhāir karya Imam as-Suyûthi dan Al-Mantsûr fī al-Qawā’id karya az-Zarkasyi. Padahal, jika ditelusuri langsung ke dalam teks sumber primer, kaidah yang benar adalah: "الأصل براءة الذمة". Kesalahan redaksional semacam ini, selain menunjukkan ketidaktelitian, juga mengaburkan pesan ilmiah yang seharusnya disampaikan secara presisi. Meskipun istilah al-istiṣḥāb (الاستصحاب) dan al-aṣl (الأصل) memiliki keterkaitan konseptual dalam kaedah fikih, namun keduanya tidak identik secara penggunaan. Al-aṣl merujuk pada fondasi hukum yang melekat sejak awal, sementara al-istiṣḥāb lebih kepada prinsip kontinuitas keadaan hukum hingga ada dalil yang mengubahnya.
Kedua, dalam tulisan sanggahan, disebutkan referensi dari kitab Al-Ḥulūl al-Mustawradah wa Kayfa Jannat ‘alā Ummatina karya Syekh Yusuf al-Qaradhawi, dengan bab “gerakan dan aliran”. Penulisan referensi tanpa penyebutan halaman secara jelas. Namun, setelah ditelusuri, dari total 11 bab dalam buku setebal 367 halaman tersebut, tidak ditemukan satu pun judul bab yang sesuai dengan klaim itu. Saya pun tidak yakin kalau si pembuat sanggahan pernah membaca dan atau hanya sekedar melihat kitab yang dimaksud. Sebagaimana tercermin dari judulnya, buku ini secara khusus membahas dampak negatif dari solusi-solusi non-Islami — seperti liberalisme dan revolusionerisme — terhadap dunia Islam, serta menyerukan pentingnya solusi Islam sebagai satu-satunya jalan menuju kebangkitan umat. So, jelas pada buku ini tidak ada satupun bab yang membahas tentang gerakan dan aliran.
Selain dua hal di atas, masih banyak kutipan referensi dan keadah-kaedah yang tidak memiliki relevansi dengan bidang pembahasan.
Penulis Sanggahan Terjebak dalam Distorsi Pemahaman
Pada sanggahan yang beredar dituliskan bahwa LBMNU dianggap tidak tepat dalam menggunakan referensi. Referensi yang dimaksud adalah pengutipan kitab al-Fath ar-Rabbani hal. 169 dan Kitab Ādab as-Sulûk Fī Thariq Naqsabandiyah hal. 41 (penulis sanggahan juga salah dalam menuliskan nama kitab dan halaman yang dimaksud). Menurutnya, ta`bir pada dua kitab tersebut justru memperkuat praktik yang dituduhkan kepada Efendi Sa`ad (pimpinan tarekat al-Mukmin) dan tidak memiliki relevansi dengan klaim Imam Mahdi.
Dalam hal ini, penulis sanggahan tampak terjebak dalam kekeliruan berpikir (logical fallacy), yang kemungkinan besar disebabkan oleh distorsi pemahaman atau ketidakmampuannya memahami konstruksi dalil yang digunakan oleh anggota LBMNU. Untuk memperjelas hal tersebut, berikut saya kutipkan teks asli dari kitab yang dimaksud
إذا أحب المريد شيخا صالحا في الله تعالى ولم يلقه وتعلقة روحه به فقد يقع الإذن والبيعة في المنام أو البرزخ, وذلك لمن صدق وخلصت نيته ولكن يجب عليه أن يتصل بشيئ حي لأخذ الطريق (الفتح الرباني والفيض الرحماني، ص: 169)
Redaksi di atas, memang memungkinkan terjadinya bai`at secara barzakhi atau melalui mimpi, namun perlu ditekankan bahwa kebolehan tersebut tetap disertai syarat untuk memiliki guru yang muttasil dan masih hidup, guna mengambil sanad thariqah. Hal ini yang tidak terpenuhi pada sosok Efendi Sa`ad, pimpinan Thariqah al-Mukmin, yang berdasarkan biodata dan riwayat hidupnya tidak pernah berguru dan bertalqin kepada guru mursyid sama sekali. Penjelasan di atas juga diperkuat dengan keterangan pada kitab Tanwīr al-Qulûb (hal. 500) karya Syekh Muhammad Amin al-Kurdi (w. 1332 H) bahwa guru yang tidak memiliki keabsahan sanad (rantai transmisi spiritual) sampai kepada nabi Muhammad saw. Maka bukan termasuk pewaris nabi dan tidak boleh diambil darinya ijazah, bai‘at, maupun izin thariqah.
Perlu juga dipertegas, bahwa ta`bir ini bukan dimaksudkan untuk sanggahan klaim Imam Mahdi, namun lebih pada persoalan legalitas seorang mursyid thariqah yang tidak memiliki guru mursyid sama sekali dan tanpa memperoleh sanad thariqah dari guru mursyid yang masih hidup. Sementara untuk penjelasan tentang klaim Imam Mahdi, seperti yang dilakukan oleh Efendi -pimpinan thariqah al-Mukmin- penjelasannya dapat dilihat pada keterangan kitab Fatāwa al-Hadītsiyah, hal. 33 karya dari Ibnu Hajar al-Haitami (w.974 H).
Benarkah LBMNU Mengambil Keputusan Sepihak, Cacat Prosedur dan Cacat Metodologis?
Salah satu bentuk kekeliruan lain dalam tulisan sanggahan adalah kecenderungan playing victim, yaitu menggambarkan diri atau kelompoknya seolah-olah menjadi korban dari keputusan LBMNU. Penulis sanggahan menuduh bahwa keputusan tersebut diambil secara sepihak, tanpa konfirmasi kepada pihak terkait, hanya berdasarkan satu sumber — yaitu media dan laporan pelapor — serta tanpa melibatkan sumber primer. Klaim semacam ini tidak hanya kurang tepat, tetapi juga merupakan bagian dari retorika defensif yang menyesatkan.
Faktanya, secara administratif, panitia Forum Bahtsul Masail telah mengirimkan surat resmi kepada pimpinan Tarekat Al-Mukmin, yang isinya adalah undangan untuk menghadirkan perwakilan mereka sebagai narasumber langsung dalam forum tersebut. Namun, pihak Al-Mukmin justru mengirimkan surat balasan yang berisi permohonan maaf karena tidak dapat hadir, sembari menyampaikan kesediaan untuk menerima kunjungan silaturahmi jika diperlukan. Selain itu, dalam forum tersebut, panitia menyajikan rekaman video wawancara pimpinan Tarekat Al-Mukmin oleh tim pengkaji MUI Kalbar, yang berisi pernyataan-pernyataan langsung terkait pokok ajaran mereka. Rekaman tersebut kemudian dikomparasikan dengan keterangan dari mantan anggota senior Al-Mukmin, yang selama ini mengetahui secara internal ajaran dan struktur keyakinan di dalam tarekat tersebut.
Lebih dari itu, forum juga menggunakan buku-buku resmi internal Tarekat Al-Mukmin sebagai sumber primer, yang ditulis langsung oleh pimpinan tarekat. Tidak kurang dari delapan buku dikaji, di antaranya buku Risalah Majid al-Malik dan Risalah Kalam al-Mahdi, Proses Kerohanian al-Mahdi dan Buku Amalan Tingkat 1, yang secara eksplisit memuat klaim-klaim pengakuan sebagai Imam Mahdi dan menerima kalam dari Allah Swt. Maka, tuduhan bahwa keputusan LBMNU dibuat tanpa dasar dan tanpa melibatkan sumber primer tidak berdasar, serta mencerminkan upaya mengalihkan persoalan substansial menjadi seolah-olah persoalan prosedural, padahal proses pengambilan keputusan dilakukan dengan cermat, bertahap, dan mengacu pada standar ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
Sebagai salah satu bukti, saya kutipkan potongan dari Risalah Kalam al-Mahdi berikut yang berisi klaim pimpinan thariqah sebagai al-Mahdi disertai ancaman bagi siapa saja yang mengingkarinya.
Ba’da Maghrib
17. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berkalam (berkata);
"Barangsiapa diantara mereka 'murid-murid mu' yang kufur 'tidak mempercayai Al Mahdi' dan ingkar atas karunia yang telah Aku berikan kepada mereka melalui engkau, maka kalian tidak akan mendapatkan sedikitpun, meski sebutir debu sekalipun kalian tidak akan mendapatkan pertolongan-Ku di dunia dan tidak akan mendapatkan kenikmatan kelak di akhirat."
Klaim tentang seseorang sebagai al-Mahdi, seperti yang dilakukan oleh pimpinan Thariqah Al-Mukmin (seperti tertulis pada kutipan di atas) sejatinya sering muncul dalam berbagai periode sejarah Islam. Hal ini juga yang pernah terjadi pada masa Imam Ibnu Hajar al-Haitami (w. 974 H). Ketika itu beliau ditanya mengenai seorang tokoh yang kala itu telah meninggal sejak 40 tahun sebelumnya. Ia diklaim sebagai al-Mahdi, dan bagi siapa pun yang tidak mempercayainya dianggap kafir. Dengan tegas Ibnu Hajar menyatakan bahwa keyakinan semacam itu adalah batil (tidak benar), merupakan bentuk kesesatan yang buruk, serta mencerminkan kebodohan yang sangat tercela.
Pernyataan ini seperti termaktub dalam Fatāwa al-Hadītsiyyah (hlm. 33):
فأجبت: بأن هذا اعتقاد باطل وضلالة قبيحة وجهالة شنيعة
“Aku menjawab: sesungguhnya keyakinan ini adalah batil, kesesatan yang buruk, dan kebodohan yang keji”.
Penutup
Sebagai penutup, perlu saya sampaikan bahwa sejatinya masih terdapat sejumlah kejanggalan, kekeliruan argumentatif, serta distorsi pemahaman dalam tulisan yang menyanggah hasil keputusan Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) terkait ajaran Tarekat Al-Mukmin. Namun, mengingat keterbatasan ruang dalam menulis opini ini, dan dengan pertimbangan bahwa poin-poin utama yang bersifat substansial telah cukup disampaikan dan mewakili sikap keilmuan yang dibangun berdasarkan literatur otoritatif, maka kami cukupkan tanggapan ini sampai pada uraian yang telah dipaparkan.
Akhirnya, kami menegaskan bahwa LBMNU, sebagai lembaga yang berkomitmen terhadap keilmuan, sangat terbuka untuk melakukan pertemuan atau dialog secara langsung dalam suasana ilmiah. Jika pihak Tarekat Al-Mukmin menghendaki adanya forum resmi untuk berdiskusi dan mengklarifikasi, maka kami dari LBMNU, terkhusus lagi LBMNU dan LDNU Kota Singkawang, insya Allah, akan dengan senang hati menghadiri dan menyambutnya. Tentu dengan tetap menjunjung tinggi semangat ukhuwah islamiyah, menjaga adab dalam perbedaan, serta mengedepankan nilai-nilai ajaran Islam yang lurus dan menjaga kemurnian aqidah Ahlussunnah wal Jama‘ah.