![]() |
H. Ahmad Faruki, M.Pd. Ketua PCNU Kota Pontianak. (Dok. Istimewa) |
Forum yang digelar oleh Lembaga
Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) MWC Kecamatan Sungai Raya pada Sabtu, 5
Juli 2025 itu menetapkan Thariqah Al-Mu’min sebagai aliran yang menyimpang,
setelah melalui kajian mendalam terhadap sejumlah ajaran yang dianggap
menyelisihi prinsip-prinsip pokok ajaran Islam yang mu’tabarah.
Namun, keputusan tersebut
memantik respons keras dari Yayasan Nur Al-Mu’min—lembaga yang menaungi
Thariqah Al-Mu’min. Mereka menuding forum tersebut cacat prosedur, serta
merusak nama baik tarekat. Bahkan, mereka mendesak agar MWCNU Sungai Raya
mencabut keputusan tersebut dan membuka ruang dialog langsung dengan pihak
tarekat, guna mengklarifikasi tudingan penyimpangan. Pihak yayasan juga
menyesalkan keputusan yang dianggap sepihak dan tidak melalui konfirmasi
langsung kepada mereka.
Di tengah memanasnya isu, H.
Ahmad Faruki mengingatkan pentingnya mengedepankan etika dialog dan ketenangan,
seraya menghindari polarisasi di tengah masyarakat.
"Saya mengajak seluruh
umat Islam di Kalimantan Barat baik dari kalangan pesantren, ormas, maupun
masyarakat luas untuk tidak terpancing emosi. Jangan sampai keputusan yang
dilahirkan dari forum ilmiah justru menjadi pemantik konflik horizontal,”
tegasnya.
Ia juga mendorong Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Kalimantan Barat agar segera mengambil peran strategis dalam
merespons persoalan ini secara arif dan bijak. H.Faruki berharap MUI dapat
memberikan pandangan keagamaan yang objektif dan berlandaskan kajian mendalam,
sehingga polemik ini dapat diselesaikan secara elegan tanpa menimbulkan
perpecahan umat.
“Saya berharap MUI Kalbar
dapat bersikap bijak dan adil, bahkan kalau perlu, bisa menjembatani adanya pertemuan
antara para kiai dan ustadz yang terlibat dalam Bahtsul Masail dengan pihak Al-Mu`min,
sesuai permintaan mereka. Dalam forum itu, masing-masing pihak bisa saling
menjelaskan, menyampaikan dalil, dan mendiskusikan secara ilmiah berdasarkan
kitab-kitab mu’tabar,” lanjutnya.
Menurutnya, ruang dialog ini
esensial untuk mencegah kesalahpahaman yang berlarut dan memberi kesempatan
bagi publik untuk mendapatkan penjelasan yang komprehensif. Ia juga menilai
forum ilmiah tersebut menjadi momen yang konstruktif bagi pihak Al-Mu’min untuk
memberikan klarifikasi atas berbagai tuduhan yang dinilai tidak akurat atau
terlalu dini.
“Jangan sampai ada yang merasa
dikucilkan atau tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan. Dengan duduk
bersama, semua pihak bisa saling mendengar, saling memahami, dan menunjukkan
kedewasaan dalam merespons perbedaan pandangan,” tambahnya.
Sebagai bagian dari tanggung
jawab moral dan demi mencari titik terang yang lebih otoritatif, H.Faruki turut
menyarankan agar MUI Kalbar tidak ragu untuk membawa persoalan ini ke tingkat
nasional jika diperlukan.
“Masalah ini bukan sekadar isu
lokal. Jika memang dibutuhkan, MUI Pusat bisa dilibatkan agar fatwa yang
dihasilkan bersifat final dan memiliki daya ikat nasional, sekaligus mencegah
potensi polemik berkepanjangan,” tandasnya.
Melalui seruan ini, PCNU Kota
Pontianak berharap seluruh elemen umat Islam di Kalimantan Barat tetap
menjunjung tinggi kedamaian, menjaga rasa saling menghormati, dan mengutamakan
semangat musyawarah dalam menghadapi perbedaan.