![]() |
Surtini, S.E., Ketua Bidang UMKM & Koperasi di Pengurus Besar KOPRI PMII. |
Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM
RI per Maret 2025, tercatat lebih dari 130.000 koperasi aktif di seluruh
Indonesia. Jumlah ini menunjukkan kontribusi besar koperasi dalam menyerap
tenaga kerja serta memperkuat perekonomian daerah. Namun demikian, di balik
angka tersebut, tersimpan sejumlah tantangan krusial yang tidak bisa diabaikan mulai
dari persoalan tata kelola yang belum optimal, hingga rendahnya literasi
digital dan keuangan di kalangan pengurus maupun anggota koperasi.
Inilah pekerjaan rumah besar yang harus
kita jawab bersama. Tanggung jawab ini bukan semata tugas pemerintah, melainkan
juga panggilan bagi generasi muda yang hari ini memiliki akses luas terhadap
teknologi dan pengetahuan untuk turut membenahi dan memajukan koperasi.
Sebagai bagian dari generasi aktif, saya
meyakini bahwa koperasi tidak boleh hanya dikenang sebagai warisan sejarah.
Sebaliknya, koperasi harus didorong sebagai model ekonomi masa depan yang
inklusif, adil, dan berkelanjutan. Sudah saatnya koperasi menjadi pemain utama
dalam menciptakan keadilan ekonomi serta membuka ruang partisipasi yang luas,
khususnya bagi kelompok rentan seperti perempuan, pemuda, dan pelaku UMKM
kecil.
Tema nasional Hari Koperasi ke-78 tahun
ini “Koperasi Menuju Ekonomi Berkelanjutan” sangat relevan dengan arah
pembangunan bangsa. Transformasi digital koperasi melalui sistem teknologi
berbasis transparansi bukan lagi opsi, tetapi sebuah keniscayaan. Pemerintah
pun telah menunjukkan komitmen melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang
Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), yang di antaranya mendorong
pengawasan koperasi simpan pinjam oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebuah
langkah progresif yang patut diapresiasi.
Namun, penguatan koperasi tidak cukup
hanya dengan regulasi. Diperlukan langkah-langkah nyata yang mengarusutamakan
gerakan koperasi dari tingkat pendidikan, komunitas, hingga program inkubasi
wirausaha berbasis koperasi. Di sinilah peran kader muda, termasuk kader
organisasi perempuan, ditantang untuk tampil: menghidupkan semangat berkoperasi
dengan cara yang adaptif, kreatif, dan kontekstual.
Sejak diumumkannya target pembentukan
80.000 koperasi desa pada 3 Maret 2025, agenda besar ini menjadi ujian nyata
dalam membangun kemandirian ekonomi rakyat. Data Badan Pangan Nasional
menyebutkan bahwa hingga akhir Juni 2025, lebih dari 94% desa/kelurahan di
Indonesia telah memiliki koperasi berbadan hukum yang siap beroperasi. Ini
adalah capaian luar biasa dari sisi mobilisasi. Namun, di balik angka tinggi
tersebut, masih muncul sejumlah kritik terkait tata kelola yang top-down dan
minim partisipasi warga.
Saya melihat langsung dinamika ini. Di
sejumlah desa, muncul penolakan terhadap sistem pengurus awal yang ditunjuk
dari atas, hingga tuntutan akan struktur yang lebih transparan. Tanpa
keterlibatan aktif masyarakat, koperasi desa berisiko menjadi proyek formalitas
belaka. Namun, di sisi lain, kita juga menyaksikan harapan yang nyata. Di
Jambi, misalnya, 64 dari 68 kelurahan kini memiliki koperasi berbadan hukum
yang siap berdaya. Di Garut, ratusan koperasi telah terdaftar dan siap
digerakkan. Ini menunjukkan bahwa jika didampingi dengan baik, koperasi bisa
menjadi mesin ekonomi lokal—membeli hasil pertanian, menjual kebutuhan pokok,
dan menopang ekonomi masyarakat.
Oleh karena itu, tema “Koperasi Menuju
Ekonomi Berkelanjutan” hanya akan bermakna jika ditopang oleh tiga hal:
penguatan tata kelola, pengawasan yang ketat, serta partisipasi aktif warga.
Salah satu yang mendesak adalah memperbaiki mekanisme Musyawarah Desa (Musdes)
agar lebih representatif, dengan melibatkan perempuan, pemuda, dan pelaku UMKM
lokal.
Ajakan di Hari Koperasi ke-78
Mari jadikan Hari Koperasi ini sebagai
ajang refleksi dan koreksi bersama. Beberapa hal yang perlu kita dorong:
- Evaluasi terbuka dan menyeluruh terhadap sistem pengelolaan Koperasi Merah Putih di tingkat desa.
- Pelibatan aktif masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan dan pemilihan pengurus koperasi.
- Dukungan terhadap regulasi dan program pendampingan koperasi agar tidak hanya sebatas legalitas, tetapi juga berdampak nyata dalam kehidupan ekonomi desa.
Jika seluruh elemen bergerak bersama kader
muda, pemerintahan desa, BUMN pendukung, serta pemerintah pusat Koperasi Merah
Putih dapat benar-benar menjadi motor penggerak ekonomi lokal dan simbol
kemandirian desa yang sesungguhnya.
Menurut Ketua Bidang UMKM dan Koperasi Kopri PB PMII, peringatan Hari Koperasi tahun ini harus menjadi momentum bagi kader perempuan muda untuk mengambil peran strategis dalam gerakan ekonomi rakyat. “Kami melihat koperasi bukan sekadar lembaga ekonomi, tapi juga ruang pemberdayaan dan pembelajaran kolektif, terutama bagi perempuan dan pelaku UMKM kecil. Kopri PB PMII melalui program KopriPreneur terus mendorong kader perempuan agar aktif berwirausaha berbasis koperasi, sebagai bentuk kontribusi nyata terhadap ekonomi kerakyatan,” ujarnya.
Lebih lanjut, beliau menegaskan bahwa gerakan koperasi harus didorong dengan
pendekatan yang partisipatif dan kontekstual. Keterlibatan perempuan, pemuda,
dan komunitas lokal dalam musyawarah pengambilan keputusan menjadi kunci
keberlanjutan koperasi yang inklusif dan berkeadilan. "Sudah saatnya
koperasi dikelola dengan prinsip gotong royong modern yang transparan, adaptif,
dan berpihak pada kelompok yang selama ini tersisih dari akses ekonomi,”
tambahnya.