Notification

×

Iklan

Iklan

Hari Koperasi Indonesia 2025 Momentum Refleksi, Aksi, dan Harapan Baru untuk Ekonomi Desa

Sabtu, 12 Juli 2025 | 11.32 WIB Last Updated 2025-07-13T16:18:24Z

Surtini, S.E., Ketua Bidang UMKM & Koperasi di Pengurus Besar KOPRI PMII. 
OPINI.CO. JAKARTA - Hari Koperasi Indonesia tahun ini menjadi momen reflektif bagi kita semua, khususnya di tengah tantangan ekonomi global dan percepatan transformasi digital. Koperasi sebagai badan usaha yang berlandaskan nilai kebersamaan, keadilan, dan gotong royong telah terbukti tangguh menghadapi berbagai krisis ekonomi.


Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM RI per Maret 2025, tercatat lebih dari 130.000 koperasi aktif di seluruh Indonesia. Jumlah ini menunjukkan kontribusi besar koperasi dalam menyerap tenaga kerja serta memperkuat perekonomian daerah. Namun demikian, di balik angka tersebut, tersimpan sejumlah tantangan krusial yang tidak bisa diabaikan mulai dari persoalan tata kelola yang belum optimal, hingga rendahnya literasi digital dan keuangan di kalangan pengurus maupun anggota koperasi.


Inilah pekerjaan rumah besar yang harus kita jawab bersama. Tanggung jawab ini bukan semata tugas pemerintah, melainkan juga panggilan bagi generasi muda yang hari ini memiliki akses luas terhadap teknologi dan pengetahuan untuk turut membenahi dan memajukan koperasi.


Sebagai bagian dari generasi aktif, saya meyakini bahwa koperasi tidak boleh hanya dikenang sebagai warisan sejarah. Sebaliknya, koperasi harus didorong sebagai model ekonomi masa depan yang inklusif, adil, dan berkelanjutan. Sudah saatnya koperasi menjadi pemain utama dalam menciptakan keadilan ekonomi serta membuka ruang partisipasi yang luas, khususnya bagi kelompok rentan seperti perempuan, pemuda, dan pelaku UMKM kecil.


Tema nasional Hari Koperasi ke-78 tahun ini “Koperasi Menuju Ekonomi Berkelanjutan” sangat relevan dengan arah pembangunan bangsa. Transformasi digital koperasi melalui sistem teknologi berbasis transparansi bukan lagi opsi, tetapi sebuah keniscayaan. Pemerintah pun telah menunjukkan komitmen melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), yang di antaranya mendorong pengawasan koperasi simpan pinjam oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebuah langkah progresif yang patut diapresiasi.


Namun, penguatan koperasi tidak cukup hanya dengan regulasi. Diperlukan langkah-langkah nyata yang mengarusutamakan gerakan koperasi dari tingkat pendidikan, komunitas, hingga program inkubasi wirausaha berbasis koperasi. Di sinilah peran kader muda, termasuk kader organisasi perempuan, ditantang untuk tampil: menghidupkan semangat berkoperasi dengan cara yang adaptif, kreatif, dan kontekstual.


Sejak diumumkannya target pembentukan 80.000 koperasi desa pada 3 Maret 2025, agenda besar ini menjadi ujian nyata dalam membangun kemandirian ekonomi rakyat. Data Badan Pangan Nasional menyebutkan bahwa hingga akhir Juni 2025, lebih dari 94% desa/kelurahan di Indonesia telah memiliki koperasi berbadan hukum yang siap beroperasi. Ini adalah capaian luar biasa dari sisi mobilisasi. Namun, di balik angka tinggi tersebut, masih muncul sejumlah kritik terkait tata kelola yang top-down dan minim partisipasi warga.


Saya melihat langsung dinamika ini. Di sejumlah desa, muncul penolakan terhadap sistem pengurus awal yang ditunjuk dari atas, hingga tuntutan akan struktur yang lebih transparan. Tanpa keterlibatan aktif masyarakat, koperasi desa berisiko menjadi proyek formalitas belaka. Namun, di sisi lain, kita juga menyaksikan harapan yang nyata. Di Jambi, misalnya, 64 dari 68 kelurahan kini memiliki koperasi berbadan hukum yang siap berdaya. Di Garut, ratusan koperasi telah terdaftar dan siap digerakkan. Ini menunjukkan bahwa jika didampingi dengan baik, koperasi bisa menjadi mesin ekonomi lokal—membeli hasil pertanian, menjual kebutuhan pokok, dan menopang ekonomi masyarakat.


Oleh karena itu, tema “Koperasi Menuju Ekonomi Berkelanjutan” hanya akan bermakna jika ditopang oleh tiga hal: penguatan tata kelola, pengawasan yang ketat, serta partisipasi aktif warga. Salah satu yang mendesak adalah memperbaiki mekanisme Musyawarah Desa (Musdes) agar lebih representatif, dengan melibatkan perempuan, pemuda, dan pelaku UMKM lokal.


Ajakan di Hari Koperasi ke-78


Mari jadikan Hari Koperasi ini sebagai ajang refleksi dan koreksi bersama. Beberapa hal yang perlu kita dorong:

  • Evaluasi terbuka dan menyeluruh terhadap sistem pengelolaan Koperasi Merah Putih di tingkat desa.
  • Pelibatan aktif masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan dan pemilihan pengurus koperasi.
  • Dukungan terhadap regulasi dan program pendampingan koperasi agar tidak hanya sebatas legalitas, tetapi juga berdampak nyata dalam kehidupan ekonomi desa.


Jika seluruh elemen bergerak bersama kader muda, pemerintahan desa, BUMN pendukung, serta pemerintah pusat Koperasi Merah Putih dapat benar-benar menjadi motor penggerak ekonomi lokal dan simbol kemandirian desa yang sesungguhnya.


Menurut Ketua Bidang UMKM dan Koperasi Kopri PB PMII, peringatan Hari Koperasi tahun ini harus menjadi momentum bagi kader perempuan muda untuk mengambil peran strategis dalam gerakan ekonomi rakyat. “Kami melihat koperasi bukan sekadar lembaga ekonomi, tapi juga ruang pemberdayaan dan pembelajaran kolektif, terutama bagi perempuan dan pelaku UMKM kecil. Kopri PB PMII melalui program KopriPreneur terus mendorong kader perempuan agar aktif berwirausaha berbasis koperasi, sebagai bentuk kontribusi nyata terhadap ekonomi kerakyatan,” ujarnya.



Lebih lanjut, beliau menegaskan bahwa gerakan koperasi harus didorong dengan pendekatan yang partisipatif dan kontekstual. Keterlibatan perempuan, pemuda, dan komunitas lokal dalam musyawarah pengambilan keputusan menjadi kunci keberlanjutan koperasi yang inklusif dan berkeadilan. "Sudah saatnya koperasi dikelola dengan prinsip gotong royong modern yang transparan, adaptif, dan berpihak pada kelompok yang selama ini tersisih dari akses ekonomi,” tambahnya.


×
Berita Terbaru Update