Notification

×

Iklan

Iklan

Bangga Jadi Indonesia, Tapi Masih Ragu Gunakan Produk Lokal?

Jumat, 11 Juli 2025 | 18.28 WIB Last Updated 2025-07-11T11:28:28Z
Alvenita Putri Aulia Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surabaya. (Dok. Ybs)
OPINI.CO. SURABAYA - Bangga menjadi orang Indonesia adalah sesuatu yang sering kita rasakan, terlebih saat momen-momen tertentu yang membangkitkan semangat nasionalisme seperti Hari Kemerdekaan, pertandingan tim nasional, atau ketika budaya Indonesia mendapat pengakuan di mata dunia. Perasaan itu begitu kuat dan membanggakan. Namun, yang perlu kita renungkan bersama adalah: apakah kebanggaan itu juga tercermin dalam perilaku sehari-hari, terutama dalam hal yang sederhana seperti memilih produk yang kita gunakan?


Sayangnya, kebanggaan tersebut terkadang berhenti pada seremonial dan simbol-simbol kebangsaan. Dalam praktik keseharian, masih sering dijumpai kecenderungan untuk lebih memilih produk luar negeri dibandingkan dengan produk lokal. Fenomena ini bukan berarti kita tidak cinta tanah air, tetapi mungkin lebih karena belum terbentuknya kesadaran kolektif bahwa menggunakan produk lokal juga merupakan bagian dari cinta bangsa.


Saya pernah mengalami momen reflektif saat duduk di sebuah kafe. Di meja sebelah, dua anak muda sedang berbincang santai. Salah satunya menunjukkan sepatu lokal yang baru saja dibelinya dengan penuh semangat. Ia menceritakan tentang kenyamanannya, desainnya yang unik, dan juga bahwa sepatu itu buatan dalam negeri. Temannya, sambil tersenyum, menimpali, “Keren sih, tapi kenapa nggak sekalian beli yang merek luar aja? Lebih terkenal dan kelihatan mahal.” Kalimat tersebut terdengar ringan, namun menyiratkan kenyataan bahwa sebagian masyarakat kita masih memandang kualitas dari label dan asal-usul merek, bukan dari proses, karya, atau nilai yang terkandung di dalamnya.


Padahal, kenyataan di lapangan menunjukkan sebaliknya. Banyak produk lokal kini telah membuktikan diri mampu bersaing dengan produk luar negeri. Menurut data dari Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2023, sektor UMKM menyumbang lebih dari 60 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan menyerap sekitar 97 persen dari total tenaga kerja. Ini artinya, keberadaan UMKM dan produk lokal bukan hanya sekadar pelengkap, tetapi juga tulang punggung perekonomian nasional. Bahkan, sejumlah merek lokal seperti Erigo, Pijakbumi, Eiger, Scarlett, hingga Brodo telah menembus pasar internasional dan mendapatkan apresiasi positif dari konsumen global.


Selain itu, produk-produk lokal tidak hanya unggul dari segi estetika dan kualitas, tetapi juga membawa nilai-nilai budaya, keberlanjutan, dan pemberdayaan masyarakat. Banyak pelaku usaha lokal yang memberdayakan komunitas setempat, memanfaatkan bahan-bahan alami dari daerahnya, serta mengangkat cerita lokal dalam branding produk mereka. Ini menjadi bukti bahwa membeli produk lokal adalah bentuk dukungan terhadap ekosistem ekonomi dan budaya Indonesia secara menyeluruh.


Namun, tantangan yang dihadapi bukan hanya soal produksi, melainkan juga persepsi. Di tengah derasnya arus globalisasi dan dominasi merek-merek internasional, sering kali produk lokal kalah pamor dalam hal citra. Hal ini diperparah oleh tren konsumtif dan budaya pamer di media sosial, yang secara tidak langsung menjadikan merek global sebagai tolok ukur gaya hidup. Oleh sebab itu, penting bagi kita semua, terutama generasi muda, untuk lebih bijak dan sadar dalam mengambil keputusan konsumsi.


Mendukung produk dalam negeri sejatinya adalah bentuk nasionalisme yang nyata dan berkelanjutan. Nasionalisme tidak hanya hadir dalam bentuk simbol seperti bendera atau upacara, tetapi juga dalam tindakan konkret—seperti memilih produk lokal, memberi ulasan positif di media sosial, dan ikut serta mempromosikan karya anak bangsa. Setiap pilihan yang kita ambil bisa menjadi bentuk kontribusi kecil yang berdampak besar bagi perekonomian dan kepercayaan diri bangsa.


Sebagai generasi muda yang melek digital dan akrab dengan tren, kita memiliki peran strategis dalam membentuk persepsi publik. Kita bisa menjadi agen perubahan dengan mulai mengenalkan dan membiasakan diri menggunakan produk dalam negeri, serta mengajak orang-orang di sekitar kita untuk melakukan hal yang sama. Bahkan, peran ini bisa lebih kuat ketika kita menggunakannya untuk membentuk tren dan opini publik yang positif terhadap produk lokal.


Bayangkan jika setiap anak muda Indonesia memutuskan untuk memilih satu produk lokal dan mempromosikannya dengan cara sederhana melalui unggahan di media sosial, testimoni tulus, atau sekadar membagikan cerita tentang proses kreatif di balik produk tersebut. Langkah-langkah kecil seperti ini, jika dilakukan secara kolektif, bisa menjadi gerakan besar yang mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan memperkuat identitas bangsa.


Mencintai Indonesia tidak harus dilakukan dengan cara yang besar dan muluk-muluk. Terkadang, cinta itu hadir dalam pilihan-pilihan kecil dan sederhana yang kita ambil setiap hari. Jika kita ingin Indonesia maju dan dihargai di dunia, maka kita sendiri harus mulai dari menghargai karya bangsa sendiri. Sebab rasa bangga yang sejati bukan hanya diucapkan, tetapi juga diwujudkan.
×
Berita Terbaru Update