Notification

×

Iklan

Iklan

Mengurai Kekeliruan Istilah “Haji Akbar” di Masyarakat

Kamis, 29 Mei 2025 | 09.54 WIB Last Updated 2025-05-29T02:56:32Z

Buhori Instruktur ASWAJA dan Landasan Amaliyah NU PW GP Ansor Kalbar. (Dok.Istimewa)
OPINI.CO. PONTIANAK - Pada musim haji tahun 2025 ini, ramai diperbincangkan di tengah masyarakat Muslim bahwa tahun ini akan menjadi tahun pelaksanaan Haji Akbar. Persepsi ini mendorong sebagian kaum Muslimin yang memiliki kemampuan finansial, namun tidak terdaftar dalam skema haji reguler, untuk berusaha keras mendapatkan visa haji melalui jalur haji furoda. Hal ini dilakukan demi memperoleh kesempatan melaksanakan Haji Akbar, yang diyakini memiliki keutamaan dan ganjaran pahala yang lebih besar dibandingkan ibadah haji pada tahun-tahun lainnya. Namun ternyata apa yang dipersepsikan itu tidak terjadi, sebab pemerintahan Arab Saudi telah menetapkan bahwa awal bulan Dzulhijjah 1446 H bertepatan pada hari Rabu, 28 Mei 2025, yang artinya  pelaksanaan wuquf di `Arafah akan dilakukan pada hari Kamis, 5 Juni 2025/9 Dzulhijjah 1946 H, bukan pada hari Jum`at.

 

Secara umum, pemahaman yang tersebar di tengah masyarakat mengenai Haji Akbar adalah ibadah haji yang prosesi wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah bertepatan dengan hari Jumat. Keyakinan ini berakar dari anggapan bahwa Nabi Muhammad ketika melaksanakan haji perpisahan (Hajjatul Wada’), melakukan wukuf di Arafah yang bertepatan dengan hari Jumat. Oleh karena itu, wukuf pada hari Jum`at diyakini mendatangkan pahala yang berlipat ganda dan bernilai jauh lebih besar.

 

Pemahaman ini salah satunya disandarkan pada pernyataan Syekh al-Bahuti dalam kitab Kasyful Qina’ fi Matnil Iqna’. Beliau menyatakan:

 

فَإِذَا اجْتَمَعَ فَضْلُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ وَيَوْمِ عَرَفَةَ كَانَ لَهُمَا مَزِيَةٌ عَلَى سَائِرِ الْأَيَّامِ قِيلَ: وَلِهَذَا اشْتَهَرَ وَصْفُ الْحَجِّ بِالْأَكْبَرِ، إِذَا كَانَتِ الْوَقْفَةُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، وَلِأَنَّ فِيهَا مُوَافَقَةَ حَجَّةِ النَّبِيِّ ﷺ، فَإِنَّ وَقْفَةَ حَجَّةِ الْوَدَاعِ كَانَتْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ

 

"Apabila keutamaan hari Jumat dan hari Arafah berkumpul, maka keduanya memiliki keistimewaan atas seluruh hari lainnya. Dikatakan: oleh karena itu terkenal penyebutan 'haji akbar' ketika wukuf bertepatan dengan hari Jumat, karena sesuai dengan pelaksanaan haji Nabi , yang waktu wukufnya bertepatan dengan hari Jumat." (Juz II, halaman 495)

 

Namun demikian, pemahaman ini mendapat kritikan tajam dari ulama lain, salah satunya Syekh Abdurrahman al-Mubarakfuri. Dalam kitabnya Tuhfatul Ahwadzi, beliau menyatakan:

 

قَدْ اشْتَهَرَ بَيْنَ الْعَوَّامِ أَنَّ يَوْمَ عَرَفَةَ إِذَا وَافَقَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ كَانَ الْحَجُّ حَجًّا أَكْبَرَ وَلَا أَصْلَ لَهُ...

 

"Telah tersebar di kalangan masyarakat awam bahwa jika hari Arafah bertepatan dengan hari Jumat, maka itu disebut haji akbar, padahal tidak ada asalnya." (Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jami‘ al-Tirmidzi, Juz IV, halaman 27).

 

Meski demikian, beliau tidak menafikan keutamaan wukuf di hari Jumat, bahkan mengutip riwayat yang menyebut bahwa wukuf di Arafah yang bertepatan dengan hari Jumat lebih utama daripada 70 kali haji yang dilakukan di hari lainnya. Hanya saja, ia mengkritisi penggunaan istilah Haji Akbar yang tidak berdasar dalil.

 

نَعَمْ رَوَى رَزِينٌ عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ كرز أَرْسَلَهُ أَفْضَلُ الْأَيَّامِ يَوْمُ عَرَفَةَ وَإِذَا وَافَقَ يَوْمَ جُمُعَةٍ فَهُوَ أَفْضَلُ مِنْ سَبْعِينَ حَجَّةً فِي غَيْرِ يَوْمِ جُمُعَةٍ

 

Hakikat Haji Akbar dalam Al-Qur’an dan Hadis

 

Untuk memahami makna yang benar tentang Haji Akbar, kita perlu merujuk langsung kepada sumber utama Islam, yaitu Al-Qur’an dan hadis. Dalam Al-Qur’an, istilah Haji Akbar disebutkan satu kali, yakni dalam Surah At-Taubah (9) ayat 3:

وَأَذَانٌۭ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦٓ إِلَى ٱلنَّاسِ يَوْمَ ٱلْحَجِّ ٱلْأَكْبَرِ أَنَّ ٱللَّهَ بَرِىٓءٌۭ مِّنَ ٱلْمُشْرِكِينَ وَرَسُولُهُۥ... (التوبة: 3)
 

 

Artinya: "Dan (ini adalah) suatu permakluman dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari Haji Akbar, bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik..."

 

Terjadi perbedaan pandangan di kalangan mufassirin mengenai makna dari klausa "يوم الحج الأكبر" (Hari Haji Akbar) pada ayat di atas. Dalam tafsir Mafâtîḥ al-Ghayb (Juz 12 hal. 252), Imam Fakhruddin ar-Razi mereportase perbedaan pandangan ini, tidak hanya menyangkut waktu yang dimaksud dengan hari tersebut, tetapi juga alasan di balik penamaannya sebagai "akbar" (yang lebih besar). Menurutnya, perbedaan ini dapat dikalsifikasikan menjadi tiga kelompok besar;

 

Pertama pendapat bahwa yang dimaksud dengan Haji Akbar adalah hari Arafah, tanggal 9 Dzulhijjah. Pendapat ini dinukil dari sejumlah sahabat terkemuka seperti Ibnu Abbas dalam riwayat ‘Ikrimah, Umar bin al-Khattab, Sa’id bin al-Musayyib, Ibnu az-Zubair, serta para tabi’in seperti Aṭā’, Ṭāwūs, dan Mujāhid. Bahkan dalam salah satu riwayat dari al-Miswar bin Makhramah, disebutkan bahwa Rasulullah sendiri pernah menyampaikan khutbah pada sore hari Arafah dan bersabda:

 

فإن هذا يوم الحج الأكبر

 

...Sesungguhnya hari ini adalah hari haji akbar."

Kedua, Hari Haji Akbar adalah hari Nahr (10 Dzulhijjah), yaitu hari penyembelihan hewan kurban. Ini adalah riwayat lain dari Ibnu Abbas melalui Aṭā’, dan merupakan pendapat dari para tokoh seperti asy-Sya’bi, an-Nakha’i, as-Suddī, serta sebagian riwayat dari Ali bin Abi Thalib. Al-Mughīrah bin Syu’bah dan Sa’id bin Jubair juga berpegang pada pendapat ini.

 

Ketiga, datang dari Mujāhid yang meriwayatkan bahwa yang dimaksud dengan Hari Haji Akbar adalah seluruh hari-hari Mina, yaitu tanggal 11 hingga 13 Dzulhijjah. Pendapat ini juga diikuti oleh Sufyān ats-Tsaurī, yang menyatakan bahwa hari-hari tersebut secara keseluruhan mencakup pelaksanaan manasik haji yang utama, dan oleh karena itu disebut sebagai Haji Akbar.

 

Dari tiga pendapat di atas, tidak ada satupun yang menyatakan bahwa Haji Akbar adalah haji yang proses wuquf di Arafah bertepatan dengan hari Jum`at, seperti pemahaman awam di masyarakat.

 

Selain itu, Imam ar-Razi juga mengulas latar belakang penamaan "Haji Akbar". Ia menyebutkan beberapa alasan yang dikemukakan para ulama. Sebagian menyatakan bahwa haji disebut "akbar" (lebih besar) karena dibandingkan dengan umrah yang disebut sebagai "الحج الأصغر" (haji kecil). Ada juga yang menegaskan bahwa penyebutan "akbar" merujuk pada wukuf di Arafah, karena wukuf adalah rukun utama dalam ibadah haji yang bila ditinggalkan maka hajinya batal. Pendapat lain mengatakan bahwa hari itu disebut Haji Akbar karena merupakan saat bertemunya kaum Muslimin dan musyrikin dalam satu waktu, khususnya pada tahun ketika pelarangan bagi kaum musyrik untuk berhaji belum diumumkan.

 

 

Haji Akbar dalam Pandangan Ulama Fiqih

 

Ulama Fiqih juga berbeda pandangan dalam menentukan hari yang dimaksud sebagai Hari Haji Akbar. Imam An-Nawawi menjelaskan dalam Al-Majmū‘ Syarḥ al-Muhadhdhab (8/223, cet. Dār al-Fikr):

 

اختلف العلماء في يوم الحج الأكبر متى هو؛ فقيل: يوم عرفة، والصحيح الذي قاله الشافعي وأصحابنا وجماهير العلماء وتظاهرت عليه الأحاديث الصحيحة: أنه يوم النحر، وإنما قيل: الحج الأكبر؛ للاحتراز من الحج الأصغر، وهو العمرة

 

"Para ulama berbeda pendapat mengenai kapan Hari Haji Akbar itu; sebagian mengatakan: hari Arafah. Namun, pendapat yang benar—yang dikatakan oleh Imam Syafi'i, para pengikutnya, mayoritas ulama, dan didukung oleh hadis-hadis sahih—adalah bahwa Hari Haji Akbar itu adalah hari Nahr (10 Dzulhijjah). Disebut sebagai Haji Akbar untuk membedakannya dari Haji Asghar (haji kecil), yaitu umrah."

 

Selain itu, Ibnu ‘Ābidīn dari mazhab Hanafi dalam kitab Radd al-Muḥtār (2/622) juga menjelaskan perbedaan pandangan tersebut dengan menambahkan bahwa ada pula yang mengatakan bahwa Haji Akbar adalah seluruh hari-hari Mina (11–13 Dzulhijjah), dan ini adalah pendapatnya Mujāhid dan Sufyān ats-Tsaurī. Mujāhid juga berkata: Haji Akbar adalah haji qirān (menggabungkan haji dan umrah), dan Haji Asghar adalah ifrād (haji saja). Sedangkan az-Zuhrī, asy-Sya‘bī, dan ‘Aṭā’ mengatakan: Haji Akbar adalah haji, sedangkan Haji Asghar adalah umrah.”

 

Penutup

 

Mengacu panda uraian di atas dapat dipahami bahwa terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama tafsir, ahli hadis dan ulama fiqih dalam menentukan makna dari term “Haji Akbar”. Ada yang memahaminya sebagai hari `arafah (9 Dzulhijjah), ada pula yang memaknainya sebagai hari nahr (10 Dzulhijjah) dan ada sebagian kecil yang menganggapnya adalah seluruh hari-hari Mina (11–13 Dzulhijjah). Namun menurut  jumhur ulama, haji akbar adalah hari Nahr (10 Dzulhijjah). Penyebutan “haji akbar” bukan karena wuquf bertepatan hari Jumat, sebagaimana keyakinan sebagian orang, tetapi karena keutamaan dan keagungan amalan yang terkandung dalam haji itu sendiri.

 

*) Kolom opini.co menerima tulisan opini atau karya sastra untuk umum. Panjang naskah opini maksimal 750 kata.

*) Sertakan: riwayat hidup singkat, nama akun medsos, beserta foto cakep, dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*)Naskah dikirim ke alamat e-mail soearamedianasional@gmail.com.

*)Tulisan opini sepenuhnya tanggung jawab penulis, tidak menjadi tanggung jawab redaksi opini.co.

*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang diterima apabila tidak sesuai dengan filosofi opini.co.
×
Berita Terbaru Update