![]() |
Salwa Rihadatul Aisy Mahasiswa Pascasarjana PAI (Pendidikan Agama Islam) Universitas Pendidikan Indonesia. (Dok. Salwa) |
Kini, pendekatan holistik dalam
penilaian karakter PAI hadir sebagai angin segar, menawarkan cara pandang
yang lebih utuh dan manusiawi terhadap peserta didik. Pendekatan ini
tidak hanya menilai apa yang diketahui siswa, tapi juga bagaimana mereka
berpikir, merasa, dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Di sinilah
letak potensi transformatifnya.
Mengubah Paradigma Lama
Sudah saatnya kita meninggalkan
paradigma lama yang mengukur keberhasilan pembelajaran agama hanya dari
nilai ujian. Pendidikan karakter bukanlah proyek instan yang selesai
dalam satu semester. Ia tumbuh pelan, melekat dalam kebiasaan, dan berkembang
melalui pengalaman. Oleh karena itu, penilaian karakter pun harus
bersifat berkelanjutan, kontekstual, dan tentu saja personal.
Pendekatan holistik menempatkan
siswa sebagai individu yang utuh dengan latar belakang, pengalaman, dan
perkembangan emosi yang berbeda-beda. Guru bukan hanya penyampai materi,
tetapi fasilitator yang membimbing, mengamati, dan memberi umpan balik
secara mendalam. Nilai kejujuran, misalnya, tidak cukup hanya dinilai
dari kejujuran saat ujian, tetapi dari konsistensi sikap dalam tugas,
interaksi dengan teman, hingga ketulusan dalam mengakui kesalahan.
Karakter Tidak Bisa
Dipalsukan
Salah satu kekuatan pendekatan
holistik adalah kemampuannya menangkap sisi-sisi yang tidak bisa
dimanipulasi. Dalam dunia pendidikan yang sering terjebak pada
"angka", siswa pintar berstrategi untuk mendapat nilai tinggi.
Tapi karakter? Itu tidak bisa dipalsukan. Apakah seorang siswa
benar-benar peduli, apakah ia membantu temannya karena tulus atau karena
ingin dipuji, hal-hal semacam ini hanya bisa terlihat dari proses yang
mendalam, bukan dari hasil instan.
Di sinilah pendekatan
observasional, portofolio perilaku, refleksi diri, hingga keterlibatan
dalam proyek sosial menjadi alat ukur yang jauh lebih relevan. Guru tidak lagi
sekadar memberi nilai, tapi menjadi bagian dari proses pembentukan karakter
itu sendiri.
Pendidikan yang Menyentuh
Hati
Pendidikan yang bermakna adalah
pendidikan yang menyentuh hati. Ia tidak berhenti pada ruang kelas,
tetapi hidup dalam tindakan. Pendekatan holistik membawa semangat itu
kembali ke dalam PAI. Ini bukan sekadar menghafal Al-Qur’an, tapi memahami
dan menjalankan
pesan-pesan etisnya dalam
kehidupan sehari-hari. Ini bukan sekadar mengingat kisah Nabi, tapi
meneladani keberanian dan kasih sayangnya dalam keseharian.
Bayangkan seorang siswa yang
diajak merenungi makna empati, lalu diminta menulis refleksi tentang
pengalaman membantu tetangganya yang sakit. Atau siswa yang diminta
melakukan aksi kecil kebaikan dan kemudian membagikan ceritanya kepada
teman-teman. Pengalaman pengalaman semacam ini jauh lebih membekas daripada
soal pilihan ganda.
Tantangan dan Harapan
Tentu, pendekatan ini tidak tanpa
tantangan. Butuh pelatihan, perubahan mindset guru, serta sistem yang
mendukung. Evaluasi karakter membutuhkan waktu, perhatian, dan kadang
subjektivitas. Namun bukankah pendidikan sejatinya memang tentang proses
panjang yang kompleks dan penuh dinamika?
Kita tidak bisa berharap
perubahan instan, tetapi kita bisa mulai dengan langkah kecil yang
konsisten. Membuka ruang refleksi di kelas, memberi umpan balik personal, atau
menyusun instrumen penilaian yang lebih kontekstual bisa menjadi awal dari
transformasi besar.
Penutup
Pendekatan holistik dalam
penilaian karakter PAI bukanlah sekadar metode baru. Ia adalah pernyataan
sikap: bahwa kita peduli pada manusia seutuhnya, bukan hanya pada nilai
akademisnya. Ia adalah upaya untuk mengembalikan esensi pendidikan agama
menjadi proses pembentukan pribadi yang berakhlak mulia, peduli, dan
bertanggung jawab.
Jika kita ingin pendidikan
menjadi alat perubahan, maka inilah saatnya berhenti menilai hanya dari
apa yang tampak di permukaan. Sudah waktunya kita menyelami lebih dalam
menuju pendidikan yang lebih bermakna dan manusiawi.
*)Kolom opini.co menerima tulisan opini atau karya sastra untuk umum. Panjang naskah opini maksimal 750 kata.
*)Sertakan riwayat hidup singkat, nama akun medsos, beserta foto cakep, dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*)Naskah dikirim ke alamat e-mail soearamedianasional@gmail.com.
*)Tulisan opini sepenuhnya tanggung jawab penulis, tidak menjadi tanggung jawab redaksi opini.co.
*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang diterima apabila tidak sesuai dengan filosofi opini.co.