Notification

×

Iklan

Iklan

Pendekatan Holistik dalam Penilaian Karakter PAI: Sebuah Langkah Transformatif Menuju Pendidikan yang Bermakna

Rabu, 30 April 2025 | 11.39 WIB Last Updated 2025-04-30T04:48:22Z

Salwa Rihadatul Aisy Mahasiswa Pascasarjana PAI (Pendidikan Agama Islam) Universitas Pendidikan Indonesia. (Dok. Salwa) 
OPINI.CO, JAKARTA - Selama bertahun-tahun, Pendidikan Agama Islam (PAI) di Indonesia cenderung  menitikberatkan pada aspek kognitif penguasaan materi, hafalan ayat, serta jawaban benar salah di lembar ujian. Sayangnya, semangat untuk menanamkan karakter yang menjadi inti dari  ajaran Islam justru sering kali terpinggirkan. Padahal, jika kita mau jujur, nilai-nilai seperti  kejujuran, tanggung jawab, empati, dan integritas lebih mendesak untuk diwujudkan dalam  perilaku nyata ketimbang sekadar terucap dalam ujian tertulis. 


Kini, pendekatan holistik dalam penilaian karakter PAI hadir sebagai angin segar, menawarkan  cara pandang yang lebih utuh dan manusiawi terhadap peserta didik. Pendekatan ini tidak  hanya menilai apa yang diketahui siswa, tapi juga bagaimana mereka berpikir, merasa, dan  bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Di sinilah letak potensi transformatifnya. 


Mengubah Paradigma Lama 


Sudah saatnya kita meninggalkan paradigma lama yang mengukur keberhasilan pembelajaran  agama hanya dari nilai ujian. Pendidikan karakter bukanlah proyek instan yang selesai dalam  satu semester. Ia tumbuh pelan, melekat dalam kebiasaan, dan berkembang melalui  pengalaman. Oleh karena itu, penilaian karakter pun harus bersifat berkelanjutan, kontekstual,  dan tentu saja personal. 


Pendekatan holistik menempatkan siswa sebagai individu yang utuh dengan latar belakang,  pengalaman, dan perkembangan emosi yang berbeda-beda. Guru bukan hanya penyampai  materi, tetapi fasilitator yang membimbing, mengamati, dan memberi umpan balik secara  mendalam. Nilai kejujuran, misalnya, tidak cukup hanya dinilai dari kejujuran saat ujian, tetapi  dari konsistensi sikap dalam tugas, interaksi dengan teman, hingga ketulusan dalam mengakui  kesalahan. 


Karakter Tidak Bisa Dipalsukan 


Salah satu kekuatan pendekatan holistik adalah kemampuannya menangkap sisi-sisi yang tidak  bisa dimanipulasi. Dalam dunia pendidikan yang sering terjebak pada "angka", siswa pintar  berstrategi untuk mendapat nilai tinggi. Tapi karakter? Itu tidak bisa dipalsukan. Apakah  seorang siswa benar-benar peduli, apakah ia membantu temannya karena tulus atau karena  ingin dipuji, hal-hal semacam ini hanya bisa terlihat dari proses yang mendalam, bukan dari  hasil instan. 


Di sinilah pendekatan observasional, portofolio perilaku, refleksi diri, hingga keterlibatan  dalam proyek sosial menjadi alat ukur yang jauh lebih relevan. Guru tidak lagi sekadar  memberi nilai, tapi menjadi bagian dari proses pembentukan karakter itu sendiri. 


Pendidikan yang Menyentuh Hati 


Pendidikan yang bermakna adalah pendidikan yang menyentuh hati. Ia tidak berhenti pada  ruang kelas, tetapi hidup dalam tindakan. Pendekatan holistik membawa semangat itu kembali  ke dalam PAI. Ini bukan sekadar menghafal Al-Qur’an, tapi memahami dan menjalankan 


pesan-pesan etisnya dalam kehidupan sehari-hari. Ini bukan sekadar mengingat kisah Nabi,  tapi meneladani keberanian dan kasih sayangnya dalam keseharian. 


Bayangkan seorang siswa yang diajak merenungi makna empati, lalu diminta menulis refleksi  tentang pengalaman membantu tetangganya yang sakit. Atau siswa yang diminta melakukan  aksi kecil kebaikan dan kemudian membagikan ceritanya kepada teman-teman. Pengalaman pengalaman semacam ini jauh lebih membekas daripada soal pilihan ganda. 


Tantangan dan Harapan 


Tentu, pendekatan ini tidak tanpa tantangan. Butuh pelatihan, perubahan mindset guru, serta  sistem yang mendukung. Evaluasi karakter membutuhkan waktu, perhatian, dan kadang  subjektivitas. Namun bukankah pendidikan sejatinya memang tentang proses panjang yang  kompleks dan penuh dinamika? 


Kita tidak bisa berharap perubahan instan, tetapi kita bisa mulai dengan langkah kecil yang  konsisten. Membuka ruang refleksi di kelas, memberi umpan balik personal, atau menyusun  instrumen penilaian yang lebih kontekstual bisa menjadi awal dari transformasi besar. 


Penutup 


Pendekatan holistik dalam penilaian karakter PAI bukanlah sekadar metode baru. Ia adalah  pernyataan sikap: bahwa kita peduli pada manusia seutuhnya, bukan hanya pada nilai  akademisnya. Ia adalah upaya untuk mengembalikan esensi pendidikan agama menjadi proses  pembentukan pribadi yang berakhlak mulia, peduli, dan bertanggung jawab. 


Jika kita ingin pendidikan menjadi alat perubahan, maka inilah saatnya berhenti menilai hanya  dari apa yang tampak di permukaan. Sudah waktunya kita menyelami lebih dalam menuju  pendidikan yang lebih bermakna dan manusiawi.


*)Kolom opini.co menerima tulisan opini atau karya sastra untuk umum. Panjang naskah opini maksimal 750 kata.


*)Sertakan riwayat hidup singkat, nama akun medsos, beserta foto cakep, dan nomor telepon yang bisa dihubungi.


*)Naskah dikirim ke alamat e-mail soearamedianasional@gmail.com.


*)Tulisan opini sepenuhnya tanggung jawab penulis, tidak menjadi tanggung jawab redaksi opini.co.


*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang diterima apabila tidak sesuai dengan filosofi opini.co.

 

×
Berita Terbaru Update