OPINI.CO.TUNISIA - Dalam beberapa tahun terakhir,
istilah self love atau mencintai diri sendiri menjadi tren di kalangan
generasi muda. Media sosial dipenuhi pesan seperti “love yourself first”,
“you are enough”, atau “put yourself first”. Pada dasarnya, pesan
ini mengajak manusia untuk menghargai diri dan menjaga kesehatan mental. Namun,
pertanyaannya adalah apakah konsep self love ini sesuai dengan pandangan
Islam? Apakah Islam mendorong umatnya untuk mencintai diri, atau justru
melarangnya karena dianggap egois?
Foto: Dokpri
Untuk menjawabnya, kita perlu
menelusuri bagaimana syariat Islam memandang cinta terhadap diri sendiri, dan
sejauh mana batasannya agar tidak berubah menjadi selfishness (egoisme)
yang berlebihan.
Islam tidak pernah menolak manusia
untuk mencintai dirinya. Bahkan, mencintai diri dalam arti yang benar justru
merupakan bagian dari iman. Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an:
"وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ
الدُّنْيَا"
Artinya: “Dan janganlah kamu lupakan bagianmu dari (kenikmatan) dunia.” (QS.
Al-Qashash [28]: 77).
Ayat ini mengandung makna bahwa
manusia berhak menjaga dirinya — termasuk jasmani, rohani, dan mentalnya —
selama tidak melampaui batas syariat. Artinya, seorang Muslim diperbolehkan
mencintai dirinya dengan menjaga kesehatan, beristirahat cukup, makan dengan
halal, dan memperhatikan kebahagiaannya. Konsep self love dalam Islam
bisa dikategorikan sebagai mahabbah mahmûdah (cinta yang terpuji),
apabila diorientasikan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt, beberapa bentuk self love yang terpuji
antara lain:
- Menjaga diri dari maksiat. Orang yang benar-benar
mencintai dirinya akan menjauh dari dosa karena tahu bahwa dosa merusak
hati dan mengundang murka Allah. Allah Swt
berfirman:
"قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا
وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا"
Artinya: “Sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwanya, dan sungguh rugi
orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams [91]: 9–10).
- Menghargai nikmat Allah. Menyayangi diri dengan
cara mensyukuri tubuh, waktu, dan kehidupan adalah bagian dari ibadah.
- Menjaga kesehatan mental dengan dzikir. Banyak
orang menganggap self love sebagai aktivitas “healing” atau
pelarian. Padahal Islam menawarkan jalan penyembuhan hati yang lebih
hakiki, yaitu dzikir. Allah berfirman:
"أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ
تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ"
Artinya: “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati
menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra‘d [13]: 28).
Namun, self love bisa
menjadi berbahaya jika dipahami secara sekuler, tanpa batas syariat. Ketika
seseorang menafsirkan cinta diri sebagai pembenaran untuk menuruti hawa nafsu,
maka ia jatuh pada ujub (kagum pada diri) atau takabbur
(sombong). Fenomena ini sering muncul di media sosial dengan narasi seperti
“aku tidak butuh siapa pun”, “aku yang paling tahu diriku”, atau “aku berhak
bahagia dengan caraku sendiri”. Narasi semacam itu melahirkan individualisme
dan mematikan semangat ukhuwah. Padahal, Islam mengajarkan bahwa seorang mukmin
tidak hidup untuk dirinya semata. Dalam Islam, mencintai diri sendiri dapat
bernilai ibadah jika diniatkan untuk mencari ridha Allah. Misalnya, seseorang
beristirahat bukan karena malas, tetapi agar kuat beribadah. Seseorang
mempercantik diri bukan untuk pamer, tetapi agar suaminya senang. Semua itu
menjadi ibadah jika diniatkan dengan benar. Imam al-Ghazali dalam Ihya’
Ulumiddin menjelaskan bahwa menjaga diri dari keletihan, kesedihan, dan
penyakit termasuk bagian dari syukur kepada Allah atas nikmat tubuh. Karena
itu, self love yang Islami selalu disertai kesadaran spiritual dan
tanggung jawab moral.
Fenomena self love dalam
pandangan Islam bukanlah sesuatu yang harus ditolak, tetapi perlu diarahkan.
Islam mengajarkan cinta diri yang proporsional: mencintai diri untuk
mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk meninggikan ego. Cinta diri yang
sejati bukanlah ketika seseorang berkata, “Aku berharga karena aku hebat,”
melainkan ketika ia berkata, “Aku berharga karena Allah menciptakanku dengan
tujuan yang mulia. Maka, self love dalam Islam bukan sekadar tren,
melainkan bentuk kesadaran spiritual bahwa diri kita adalah amanah dari Allah
yang harus dijaga, disyukuri, dan diarahkan menuju kebaikan.