Notification

×

Iklan

Iklan

NU Sampai Akhir Hayat: Menghidupi Pesan Para Ulama

Selasa, 23 September 2025 | 14.25 WIB Last Updated 2025-09-23T07:25:28Z

Faris Sullaily Pengurus PKC PMII Kalimantan Barat.
OPINI.CO. PONTIANAK - ‎Nahdlatul Ulama (NU) adalah rumah besar umat Islam Indonesia yang lahir dari kesadaran kolektif para ulama akan pentingnya menjaga agama, tradisi, dan tanah air. Berdiri pada 1926, NU didirikan oleh para ulama pesantren dengan visi yang jauh ke depan, bukan sekadar menjaga amaliah dan tradisi, tetapi juga membentengi bangsa dari ideologi yang mengancam persatuan.

KH. Hasyim Asy’ari pendiri NU pernah berpesan: “Cintailah tanah airmu, karena mencintai tanah air adalah bagian dari iman.” Pesan ini bukan sekadar slogan, tetapi panduan moral yang terus meneguhkan NU hingga kini. “NU Sampai Akhir Hayat” adalah wujud nyata pengamalan pesan tersebut. Kesetiaan kepada NU sejatinya adalah kesetiaan pada nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin yang diwariskan para pendiri.

‎NU telah membuktikan perannya dalam berbagai fase sejarah. Saat bangsa ini dijajah, para kiai dan santri NU turun ke medan juang. Resolusi Jihad yang dicetuskan KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 adalah bukti paling nyata. Beliau menggelorakan semangat jihad untuk mempertahankan kemerdekaan, dengan seruan: “Membela tanah air adalah wajib bagi setiap muslim.” Semangat inilah yang melahirkan perlawanan heroik 10 November di Surabaya.

‎Di era modern, NU tidak hanya menjaga keutuhan NKRI, tetapi juga menjadi penopang utama moderasi beragama. NU mengajarkan keseimbangan antara teks dan konteks, antara tradisi dan pembaruan. KH. Wahab Hasbullah, salah satu tokoh perintis NU, pernah berpesan: “Di mana-mana umat Islam harus jadi pengikat persatuan, bukan penyebab perpecahan.” Kalimat sederhana ini adalah panduan abadi bagi warga NU untuk terus mengedepankan toleransi, persaudaraan, dan persatuan bangsa.

‎“NU Sampai Akhir Hayat” bukan sekadar ikrar loyalitas kepada organisasi, melainkan penghayatan nilai-nilai luhur yang diajarkan para pendiri. Ia adalah semangat mengabdi kepada umat, mendampingi rakyat kecil, memperjuangkan keadilan sosial, dan menjaga harmoni kebangsaan. NU mengajarkan kita bahwa pengabdian sejati tidak diukur dari panjangnya jabatan, tetapi dari ketulusan menjaga nilai-nilai itu dalam setiap langkah hidup kita.

‎Kini, di tengah arus globalisasi dan derasnya penetrasi ideologi transnasional, NU tetap menjadi jangkar moderasi. Melalui pesantren, madrasah, majelis taklim, dan kader-kadernya yang menyebar di berbagai lini kehidupan, NU terus merawat Islam yang ramah dan membangun peradaban. Inilah wujud nyata “NU Sampai Akhir Hayat” bahwa menjadi Nahdliyin bukan hanya identitas, tetapi jalan pengabdian sepanjang hayat.

‎Seperti yang pernah dikatakan KH. Hasyim Asy’ari dalam Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim: “Jangan sekali-kali meninggalkan adat dan tradisi baik yang diwariskan para ulama salaf, karena itu tali pengikat agama dan kemaslahatan umat.” Pesan ini menjadi cahaya penerang bahwa NU bukan sekadar organisasi, melainkan amanah yang harus dijaga dan diwariskan kepada generasi berikutnya.

‎Maka, berkhidmat di NU bukanlah sekadar pilihan, tetapi kehormatan. NU adalah ladang amal, tempat kita mengabdi, belajar ikhlas, dan menunaikan janji sejarah para ulama. Komitmen “NU Sampai Akhir Hayat” adalah bukti cinta yang tulus, cinta yang berwujud pengabdian tanpa pamrih untuk agama, bangsa, dan kemanusiaan.

×
Berita Terbaru Update