Penulis: Adzin Aris Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta.
Pencopotan seorang figur sekelas Sri Mulyani Indrawati dari
jabatan Menteri Keuangan adalah peristiwa yang menggegerkan, tidak hanya di
dalam negeri, tetapi juga di mata dunia.
Kita semua tahu, beliau adalah arsitek kebijakan krusial yang
telah menjaga stabilitas ekonomi Indonesia selama lebih dari satu dekade––menunjukan
integritas dan kredibilatasnya. Dengan segudang prestasi internasional yang
mentereng, meskipun terkadang ada tutur kata atau kebijakannya yang kerap
dianggap kontroversial, kepergiannya memicu gelombang pertanyaan besar.
Diskusi publik sontak terbelah menjadi dua kutub: kubu yang
melihatnya sebagai pukulan telak terhadap kesetabilan fiskal––bahkan dapat
memperburuk konstelasi ekonomi nasional hingga global––dan kubu lainnya yang
menganggapnya sebagai sebuah keniscayaan politik yang membuka lembaran baru––sebuah
harapan tatanan fiskal yang lebih baik.
Kehilangan Jangkar Stabilitas dan Kepercayaan
Kehilangan Sri Mulyani merupakan kehilangan besar bagi
Indonesia. Ia bukan sekadar menteri; ia adalah jangkar stabilitas fiskal yang
dipercaya oleh investor domestik maupun internasional. Rekam jejaknya yang
solid dalam mengelola utang, mengendalikan defisit anggaran, dan menjaga
disiplin belanja negara telah menjadi semacam “sertifikat jaminan” bagi pasar.
Kehadirannya memberikan keyakinan bahwa kebijakan ekonomi Indonesia akan selalu
berada di jalur yang stabil.
Pencopotan ini berpotensi memicu fluktuasi signifikan di
sektor pasar. Investor, yang selama ini melihat Indonesia sebagai tujuan
investasi yang relatif aman, kini––untuk jangka waktu yang tidak bisa
ditentukan––akan menahan diri. Mereka para investor khawatir, dengan kepergian
Sri Mulyani, menteri baru mungkin akan menempuh kebijakan fiskal yang lebih
ekspansif tanpa perencanaan yang matang, demi memenuhi kepentingan politik.
Kekhawatiran ini bisa tercermin dari pelemahan nilai tukar rupiah dan penurunan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), karena investor asing akan cenderung
menjual aset mereka di Indonesia.
Selain itu, rekam jejak Sri Mulyani dalam menangani situasi krisis,
seperti krisis keuangan global 2008 dan pandemi COVID-19, adalah bukti nyata
dari kepiawaiannya di bidang ekonomi. Ia berhasil menjadi navigator yang
menyelamatkan ekonomi Indonesia dari badai krisis dan inflasi dengan kebijakan
yang cepat, tepat, dan terukur.
Keahlian teknokratis yang dimiliki Sri Mulyani ini tidak mudah
kita temukan. Figur pengganti, seberapa pun kompetennya, akan membutuhkan waktu
yang lama untuk membangun kredibilatas, baik di mata publik nasional maupun
pasar global. Dalam situasi ekonomi global yang masih sarat risiko, kehilangan
sosok yang memiliki pengalaman yang tidak perlu dipertanyakan lagi merupakan pertaruhan
besar.
Peluang Transformasi dan Kebijakan Berani
Meskipun pencopotan Sri Mulyani mengundang kekhawatiran,
beberapa pihak melihatnya sebagai sebuah peluang untuk transformasi. Ada
pandangan bahwa kebijakan fiskal di bawah kepemimpinan beliau terkadang
dianggap terlalu konservatif dan kurang efektif.
Pendekatan yang sangat hati-hati ini, meskipun efektif dalam
menjaga stabilitas, mungkin kurang lincah untuk mengakomodasi kebutuhan
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan program-program pembangunan yang
ambisius.
Pemerintahan baru, dengan visi dan misinya, mungkin
membutuhkan seorang Menteri Keuangan yang memiliki keberanian untuk mengambil
risiko yang terukur dan akurat. Figur baru di Kemenkeu diharapkan bisa membawa
ide-ide segar, mempercepat alokasi anggaran, dan merumuskan kebijakan yang
lebih agresif, terutama dalam mendukung sektor-sektor strategis atau
program-program yang dijanjikan. Ini bisa menjadi momentum untuk mendobrak
rutinitas lama dan menciptakan terobosan baru.
Pencopotan ini juga bisa menjadi sinyal bahwa pemerintah baru
ingin memastikan semua menteri berada dalam satu barisan yang solid dan sejalan
dengan visi kepemimpinannya.
Dalam politik, keselarasan tim sering kali menjadi kunci
efektivitas. Jika ada perbedaan pendekatan antara Menteri Keuangan dengan
kepala negara, pergantian posisi adalah hal yang lumrah untuk memastikan
jalannya pemerintahan berjalan mulus tanpa hambatan politik.
Di samping itu, ini adalah kesempatan bagi figur-figur muda
dan berpotensi untuk menunjukkan kemampuannya. Kredibilitas tidak dibangun
dalam semalam, namun figur baru yang datang dengan visi yang jelas, komunikasi
yang transparan, dan kebijakan yang rasional dapat dengan cepat memulihkan
kepercayaan pasar.
Antara Stabilitas dan Perubahan
Keputusan pencopotan Sri Mulyani dari jabatan Menteri Keuangan
adalah peristiwa yang kompleks. Di satu sisi, ia menimbulkan kekhawatiran akan
hilangnya figur kredibel yang telah terbukti mampu menjaga stabilitas fiskal.
Di sisi lain, ini membuka pintu bagi pendekatan kebijakan yang lebih berani dan
inovatif.
Tantangan terbesar bagi pemerintahan dan Menteri Keuangan yang
baru adalah meyakinkan publik dan pasar bahwa perubahan ini merupakan langkah trnasformatif
menuju masa depan yang lebih baik.
Masa-masa krusial ke depan akan menjadi ujian nyata: apakah
Indonesia akan kehilangan jangkar atau justru menemukan navigator baru untuk
berlayar lebih cepat.