Notification

×

Iklan

Iklan

Anak Petani Asal Kubu Raya Resmi Sandang Gelar Doktor Bidang Pendidikan dan Keguruan di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar

Jumat, 23 Mei 2025 | 15.41 WIB Last Updated 2025-05-23T08:41:50Z

Dr. Ismail Anwar, S.P.d.I, M.Pd.I Mahasiswa Doktoral UIN Alauddin Makassar. (Dok. Istimewa)
OPINI.CO. KUBU RAYA - Ismail Anwar sapaan akrabnya anak petani asal Dusun Parit Sampang Desa Lingga Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat, telah berhasil menyandang gelar Doktor Bidang Pendidikan dan Keguruan di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar. 


Nama lengkapnya kini telah resmi menyandang gelar Dr. Ismail. S.Pd.I., M.Pd.I, setelah dikukuhkan sebagai wisudawan Angkatan ke 111 pada Program Studi Dirasah Islamiyah Konsentrasi Pendidikan dan Keguruan Program Pascasarjana UIN Alauddin Makassar. Pada hari Rabu, 21 Mei 2025 di Gedung Auditorium Kampus II UIN Alauddin Makassar, J. H. M. Yasin Limpo No. 36 Romang Polong, Gowa.


Namun kesuksesannya itu tidak mudah yang kita bayangkan, betapa tidak, dari keluarga yang sangat sederhana, Ismail Anwar mampu memberikan kado terindah buat orangtua, Istri dan Anak Anaknya saat ia resmi menyandang gelar Doktor pada dirinya.


Prosesi acara wisuda dibuka oleh Ketua Senat UIN Alauddin Makassar, Prof. Dr. Mardan,. M.Ag dan dihadiri oleh Rektor, Wakil Rektor, Anggota senat, Para Kepala biro, Guru Besar, Dekan, serta para wisudawan, wisudawati dari delapan fakultas dan Program Pascasarjana UIN Alauddin Makassar dengan jumlah total 735 wisudawan. 


Dalam sambutannya, Rektor UIN Alauddin Makassar, Prof. Hamdan Juhannis. M.A., Ph.D beliau berpesan pada para lulusan agar menjadi “Sarjana Semesta” yakni individu yang tidak hanya unggul dibidang Akademik saja, tetapi juga peka terhadap kebutuhan sosial dan humaniora Masyarakat. 


Aktivitas Ismail sehari-harinya adalah mengajar di Sekolah Tinggi Agama Islam  (STAI) Mempawah Pontianak dan sekaligus beliau sendiri sebagai Ketua STAI Mempawah Pontianak, dan juga aktif di berbagai Organisasi kemasyarakatan. Disertasinya yang berjudul: Modernisasi Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Studi Kasus Pondok Pesantren Al-Qomar Mempawah telah diuji Oleh Prof. Dr. Hasyim Haddade, M.Ag,. (Sekaligus Ketua Sidang) Prof. Dr. H. syahruddin Usman M.Pd., Prof. Dr. Hj. Amrah Kasim, M.A,. Dr. Arnadi, M.Pd, Dr. Abdul Rahman Sakka, Lc, M.Pd.I,. Dr. Purniadi Putra, M.Pd.I dan Penguji Eksternal di Uji Oleh Dr. Susilawati, M.S.I, Dosen Universitas Muhammad Safiuddin Sambas Kalimantan Barat. Dan alahamdulillah hasil Indeku Prestasi Komulatif (IPK) 3,93 dengan dengan predikat Sangat Memuaskan.


Dalam disertasinya yang berjudul Modernisasi Sistem Pendidikan Pondok Pesantren (Studi Kasus Pondok Pesantren Al-Qomar Mempawah), Ismail mengupas dinamika sistem pendidikan di lingkungan pesantren yang kini dituntut adaptif, kompetitif, dan selaras dengan perkembangan zaman. “Pesantren tidak hanya menjadi penjaga tradisi, tapi juga instrumen perubahan dan simbol kemajuan,” ujar Ismail dalam sidangnya.


Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode manajerial. Data diperoleh melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Validitas data diuji lewat triangulasi sumber, teknik, dan waktu. Ismail menemukan bahwa Pondok Pesantren Al-Qomar Mempawah telah menerapkan sistem pendidikan modern melalui pendirian berbagai lembaga seperti Madrasah Aliyah, Tsanawiyah, Ibtidaiyah,Madrasah Diniyah, hingga Madrasah Al-Qur’an. 


Modernisasi dilakukan dalam dua bentuk. Pertama, modernisasi fisik melalui pembangunan sarana dan prasarana pendidikan yang representatif. Kedua, modernisasi non-fisik seperti pembaruan kelembagaan, kurikulum, metode pengajaran, dan evaluasi pembelajaran. Modernisasi ini berdampak positif, antara lain meningkatnya kepercayaan masyarakat, bertambahnya jumlah santri, serta SDM pengajar yang sebagian besar lulusan S2 dan bahkan S3. Kurikulum pun disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Namun, modernisasi juga membawa dampak negatif. 


Ismail mencatat mulai lunturnya nilai-nilai tradisional dan kearifan lokal pesantren, berkurangnya porsi pelajaran agama, tingginya biaya pendidikan, serta meningkatnya ketergantungan santri pada teknologi yang mengurangi daya kritis mereka. 


“Infrastruktur pendidikan di pesantren ini juga belum sepenuhnya memadai,” ujar Ismail. 


Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam pengembangan pesantren yang tetap menjaga nilai-nilai tradisional namun mampu beradaptasi dengan perubahan zaman.

×
Berita Terbaru Update