Senin 11 Agu 2025

Notification

×
Senin, 11 Agu 2025

Iklan

Iklan

Academic Burnout Sebagai Sinyal Penting untuk Memberi Ruang pada Diri Sendiri

Jumat, 16 Mei 2025 | 21.52 WIB Last Updated 2025-05-16T15:27:12Z

Fhadilatur Rosyidah Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Gresik. (Dok. Fhadilah

OPINI.CO. GRESIK - Kalian mungkin sudah akrab dengan istilah Burnout yang digunakan oleh orang-orang untuk menggambarkan keadaan yang mereka hadapi. Dalam kehidupan modern yang sarat dengan tuntutan dan tekanan, banyak dari kita tanpa sadar terjebak dalam siklus kelelahan yang tak berujung-burnout. Bayangkan saja, semangat yang biasanya menyala perlahan menjadi redup, motivasi yang penuh energi beralih menjadi rasa kosong, dan tubuh yang seharusnya memberikan kekuatan malah merasa sangat lelah. Burnout bukan hanya sekadar keletihan biasa, melainkan tanda serius dari tubuh dan pikiran yang meminta kita untuk berhenti sejenak dan memperhatikan.


Burnout adalah suatu kondisi yang bersifat patologis dan dapat berdampak negatif pada individu, seperti stres yang berkepanjangan yang berujung pada perilaku maladaptif akibat kehabisan emosi dan fisik (Islami, 2019).


Burnout merupakan istilah yang semakin dikenal dalam kehidupan modern, terutama di dunia kerja dan pendidikan. Namun, Burnout bukanlah sekadar rasa lelah biasa. Itu adalah kelelahan fisik, emosional, dan mental yang muncul akibat stres dan tekanan yang berkepanjangan yang tidak ditangani dengan baik. Siapa saja bisa mengalami burnout, mulai dari pekerja profesional hingga mahasiswa, bahkan mereka yang sangat mencintai pekerjaan mereka.


Di balik kemewahan dunia kampus yang dipenuhi harapan dan impian, terdapat masalah serius yang sering diabaikan. Mahasiswa sering menghadapi tekanan yang sangat rumit. Tuntutan akademis yang tinggi, jadwal yang padat, tugas yang bertumpuk, serta ekspektasi dari keluarga dan lingkungan sosial menciptakan beban yang sangat berat. Selain itu, banyak mahasiswa yang harus berusaha membagi waktu antara kuliah, organisasi, pekerjaan paruh waktu, dan kehidupan pribadi. Ketidakseimbangan ini sering kali membuat mereka merasa kewalahan dan kehilangan kontrol atas proses belajar mereka.


Burnout dalam dunia pendidikan sering disebut sebagai Academic Burnout. Secara umum, Academic Burnout adalah kondisi di mana individu mengalami kelelahan baik secara lahir maupun batin, yang akhirnya menimbulkan kebosanan dalam belajar, ketidakpedulian terhadap tugas-tugas akademik, rasa malas untuk belajar, dan penurunan prestasi belajar (Febriani et al. , 2021).


(Dewi dan Wati, 2021) menjelaskan bahwa Academic Burnout adalah kondisi di mana seseorang mengalami kelelahan fisik, mental, dan emosional yang menyebabkan perasaan negatif terhadap diri sendiri, seperti sinisme dan ketidakpedulian yang dapat berakibat pada penurunan pencapaian pribadi.


Terdapat tiga aspek dari Academic Burnout, yaitu:


1. Exhaustion (Kelelahan emosional)


Aspek ini merujuk pada perasaan lelah yang tidak selalu berkaitan dengan orang lain. (Leiter dan Maslach, 2000 dalam Khairani dan Ifdil, 2015) menyatakan bahwa dimensi ini berkaitan dengan perasaan emosional yang berlebihan dan perasaan kehabisan sumber daya emosional. Individu merasa tidak memiliki cukup energi untuk menghadapi hari atau orang lain.


2. Cynicism (Sinisme)


Komponen ini ditandai dengan sikap acuh tak acuh atau menjauh dari kegiatan perkuliahan, tidak selalu melibatkan orang lain. Sinisme adalah sikap untuk memberikan jarak terhadap pengalaman pembelajaran yang sedang dijalani. Sikap ini dapat terlihat melalui ketidakpedulian, meremehkan, membolos, tidak menyelesaikan tugas, bersikap kasar, dan berpikiran negatif terhadap dosen serta lingkungan perkuliahan.


3. Academic Inefficacy (ketidakefektifan akademik)


komponen ini mencakup elemen sosial dan nonsosial dalam mencapai prestasi akademik. (Laiter dan Maslach dalam Christiana, 2020) menyebutkan bahwa seseorang dapat merasa tidak berdaya, dan menganggap semua tugas yang ada sangat memberatkan. Saat merasa tidak mampu, mereka cenderung mengalami rasa ketidakmampuan. Ketidakmampuan adalah keadaan di mana mahasiswa merasa tidak kompeten dalam perannya sebagai pelajar (Schaufeli, 2002).

 

Namun, meski gelap terasa pekat, ada jalan keluar yang bisa ditempuh. Menyadari kondisi diri adalah langkah awal yang sangat penting. Mahasiswa perlu memberi ruang untuk self-care dan menghargai batas kemampuan diri. Membagi waktu dengan bijak, memberi jeda untuk beristirahat, dan tidak takut meminta bantuan dapat menjadi pelindung dari jurang academic burnout.

 

Penelitian oleh Yang (2004) menunjukkan bahwa burnout di lingkungan akademik berdampak signifikan terhadap prestasi akademik. Penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa kondisi burnout membuat mahasiswa menjadi tidak aktif dan terjebak dalam pola pembelajaran yang kaku, serta kurang mampu menerapkan materi pelajaran dalam menyelesaikan masalah (Sugiarto, 2009). Hal ini bisa terjadi karena mahasiswa mengalami kelelahan, kehilangan semangat, mudah marah, frustrasi, merasa sinis terhadap kegiatan akademis, dan menarik diri (Salanova, et al, 2009).

 

Mengatasi academic burnout bukanlah tugas yang gampang, namun juga bukan hal yang mustahil. Dengan adanya dukungan sosial yang kokoh, pengelolaan waktu yang bijak, serta kesadaran akan pentinya kesehatan mental, mahasiswa bisa kembali menemukan semangat belajar dan meraih kesuksesan tanpa mengorbankan diri mereka. Karena pada akhirnya, keberhasilan yang sejati tidak hanya berkaitan dengan pencapaian akademik, tapi juga kemampuan untuk menjaga keseimbangan kehidupan dan kesehatan mental.


Selain itu, sangat penting untuk membangun kebiasaan sehat, seperti berolahraga secara teratur, menjalani pola makan yang baik, dan memastikan tidur yang cukup. Aktivitas fisik dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan suasana hati.
Academic burnout bukanlah tanda kelemahan, melainkan sebuah panggilan penting bagi kita semua untuk lebih peduli terhadap kesehatan mental dalam dunia pendidikan.

 

Dengan menyadari dan menangani masalah burnout secara serius, kita tidak hanya berusaha menyelamatkan masa depan akademik mahasiswa, tetapi juga membangun generasi yang kuat secara mental, semangat, dan siap menghadapi tantangan kehidupan dengan percaya diri. Karena pencapaian tertinggi bukan hanya terkait dengan nilai akademis, tetapi juga tentang keseimbangan antara keberhasilan dan ketenangan jiwa.



*) Kolom opini.co menerima tulisan opini atau karya sastra untuk umum. Panjang naskah opini maksimal 750 kata.


*) Sertakan: riwayat hidup singkat, nama akun medsos, beserta foto cakep, dan nomor telepon yang bisa dihubungi.


*)Naskah dikirim ke alamat e-mail soearamedianasional@gmail.com.


*)Tulisan opini sepenuhnya tanggung jawab penulis, tidak menjadi tanggung jawab redaksi opini.co.


*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang diterima apabila tidak sesuai dengan filosofi opini.co.

×
Berita Terbaru Update