![]() |
Fhadilatur Rosyidah Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Gresik. (Dok. Fhadilah |
Burnout merupakan istilah yang semakin dikenal dalam kehidupan modern,
terutama di dunia kerja dan pendidikan. Namun, Burnout bukanlah sekadar rasa lelah biasa. Itu adalah kelelahan
fisik, emosional, dan mental yang muncul akibat stres dan tekanan yang
berkepanjangan yang tidak ditangani dengan baik. Siapa saja bisa mengalami burnout, mulai dari pekerja profesional
hingga mahasiswa, bahkan mereka yang sangat mencintai pekerjaan mereka.
Di balik kemewahan dunia kampus yang dipenuhi harapan dan impian,
terdapat masalah serius yang sering diabaikan. Mahasiswa sering menghadapi
tekanan yang sangat rumit. Tuntutan akademis yang tinggi, jadwal yang padat,
tugas yang bertumpuk, serta ekspektasi dari keluarga dan lingkungan sosial
menciptakan beban yang sangat berat. Selain itu, banyak mahasiswa yang harus
berusaha membagi waktu antara kuliah, organisasi, pekerjaan paruh waktu, dan
kehidupan pribadi. Ketidakseimbangan ini sering kali membuat mereka merasa
kewalahan dan kehilangan kontrol atas proses belajar mereka.
Burnout dalam dunia pendidikan sering disebut sebagai Academic Burnout. Secara umum, Academic Burnout adalah kondisi di mana
individu mengalami kelelahan baik secara lahir maupun batin, yang akhirnya
menimbulkan kebosanan dalam belajar, ketidakpedulian terhadap tugas-tugas
akademik, rasa malas untuk belajar, dan penurunan prestasi belajar (Febriani et
al. , 2021).
(Dewi dan Wati, 2021) menjelaskan bahwa Academic Burnout adalah kondisi di mana seseorang mengalami
kelelahan fisik, mental, dan emosional yang menyebabkan perasaan negatif
terhadap diri sendiri, seperti sinisme dan ketidakpedulian yang dapat berakibat
pada penurunan pencapaian pribadi.
Terdapat tiga aspek dari Academic Burnout, yaitu:
1. Exhaustion (Kelelahan emosional)
Aspek ini merujuk pada perasaan lelah yang tidak selalu berkaitan dengan orang lain. (Leiter dan Maslach, 2000 dalam Khairani dan Ifdil, 2015) menyatakan bahwa dimensi ini berkaitan dengan perasaan emosional yang berlebihan dan perasaan kehabisan sumber daya emosional. Individu merasa tidak memiliki cukup energi untuk menghadapi hari atau orang lain.
2. Cynicism (Sinisme)
Komponen ini ditandai dengan sikap acuh tak acuh atau menjauh dari kegiatan perkuliahan, tidak selalu melibatkan orang lain. Sinisme adalah sikap untuk memberikan jarak terhadap pengalaman pembelajaran yang sedang dijalani. Sikap ini dapat terlihat melalui ketidakpedulian, meremehkan, membolos, tidak menyelesaikan tugas, bersikap kasar, dan berpikiran negatif terhadap dosen serta lingkungan perkuliahan.
3. Academic Inefficacy (ketidakefektifan akademik)
komponen ini mencakup elemen sosial dan nonsosial dalam mencapai
prestasi akademik. (Laiter dan Maslach dalam Christiana, 2020) menyebutkan
bahwa seseorang dapat merasa tidak berdaya, dan menganggap semua tugas yang ada
sangat memberatkan. Saat merasa tidak mampu, mereka cenderung mengalami rasa
ketidakmampuan. Ketidakmampuan adalah keadaan di mana mahasiswa merasa tidak
kompeten dalam perannya sebagai pelajar (Schaufeli, 2002).
Namun,
meski gelap terasa pekat, ada jalan keluar yang bisa ditempuh. Menyadari
kondisi diri adalah langkah awal yang sangat penting. Mahasiswa perlu memberi
ruang untuk self-care dan menghargai batas kemampuan diri.
Membagi waktu dengan bijak, memberi jeda untuk beristirahat, dan tidak takut
meminta bantuan dapat menjadi pelindung dari jurang academic burnout.
Penelitian oleh Yang (2004) menunjukkan bahwa burnout di lingkungan akademik berdampak signifikan terhadap
prestasi akademik. Penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa
kondisi burnout membuat mahasiswa
menjadi tidak aktif dan terjebak dalam pola pembelajaran yang kaku, serta
kurang mampu menerapkan materi pelajaran dalam menyelesaikan masalah (Sugiarto,
2009). Hal ini bisa terjadi karena mahasiswa mengalami kelelahan, kehilangan
semangat, mudah marah, frustrasi, merasa sinis terhadap kegiatan akademis, dan
menarik diri (Salanova, et al, 2009).
Mengatasi academic burnout
bukanlah tugas yang gampang, namun juga bukan hal yang mustahil. Dengan adanya
dukungan sosial yang kokoh, pengelolaan waktu yang bijak, serta kesadaran akan
pentinya kesehatan mental, mahasiswa bisa kembali menemukan semangat belajar
dan meraih kesuksesan tanpa mengorbankan diri mereka. Karena pada akhirnya,
keberhasilan yang sejati tidak hanya berkaitan dengan pencapaian akademik, tapi
juga kemampuan untuk menjaga keseimbangan kehidupan dan kesehatan mental.
Dengan menyadari dan menangani masalah burnout secara serius, kita tidak hanya berusaha menyelamatkan masa
depan akademik mahasiswa, tetapi juga membangun generasi yang kuat secara
mental, semangat, dan siap menghadapi tantangan kehidupan dengan percaya diri.
Karena pencapaian tertinggi bukan hanya terkait dengan nilai akademis, tetapi
juga tentang keseimbangan antara keberhasilan dan ketenangan jiwa.
*) Kolom opini.co menerima tulisan opini atau karya sastra untuk umum. Panjang naskah opini maksimal 750 kata.
*) Sertakan: riwayat hidup singkat, nama akun medsos, beserta foto cakep, dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*)Naskah dikirim ke alamat e-mail soearamedianasional@gmail.com.
*)Tulisan opini sepenuhnya tanggung jawab penulis, tidak menjadi tanggung jawab redaksi opini.co.
*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang diterima apabila tidak sesuai dengan filosofi opini.co.