Notification

×

Iklan

Iklan

Kisah Al-Ghazali dalam Mencari Kebenaran Hakiki

Minggu, 24 Agustus 2025 | 06.07 WIB Last Updated 2025-08-23T23:07:38Z

Adzin Aris Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta. (Foto: Dokpri)
OPINI.CO. SURAKARTADalam kehidupan yang begitu plural ini, kita terkadang dihadapkan dengan dilema yang begitu membingungkan. Kita menemukan banyak sekali agama, aliran, madzhab, dan sekte yang saling mengklaim dirinyalah yang benar, dan yang lain sesat. Apalagi jika kita dihadapkan dengan pertanyaan “apa itu kebenaran, dan siapa, dari banyaknya aliran, madzhab, dan sekte, yang memegang kebenaran itu.

 

Kegelisahan inilah yang dulu dirasakan dan dialami oleh Sang hujjatul Islam: Imam Al-Ghazali, salah satu ulama’ paling berpengaruh dalam dunia Islam. Kegelisahan ini terihat begitu emosial jika kita membaca karya otobiografiya: al-munqidz min al-dhalal, yang juga merupakan karya terakhirnya sebelum kewafatannya pada 1111 M.

 

Perbedaaan adalah sebuah keniscayaa, namun, tidak bisa tidak, dari seluruh perbedaan, hanya ada satu yang benar dan selamat. Hal ini sebagaimana disabdakan Nabi saw “umatku akan terpecah mejadi 73 golongan yang berbeda-beda. Namun, dari banyaknya golongan tadi, hanya satu yang selamat”.

 

Senada dengan penjelasan di atas, Karl Popper menuturkan “kebenaran harus bersifat objektif, jika tidak, maka sesatnya kita itu sama baiknya dengan benarnya kita. Dan ini mustahil.”

 

Bermula dari perenungan atas hadis di atas, Al-Ghazali mulai terjerat skeptisisme yang cukup serius. Ia mulai mempertanyakan siapa yang sebenarnya pemilik kebenaran ini di antara banyaknya golongan yang eksis pada masanya.

 

Tak cukup sampai di situ, bahkan, ia juga mulai meragukan imannya sendiri, apakah imannya adalah iman yang sah dan sempurna, atau hanaya  iman ikut-ikutan (taqlid) karena orang tuanya beriman. Ia juga mulai meragukan keobjektivan indra sebagai instrumen untuk memperoleh pengeatahuan. Ia yakin, bahwa hanya pengetahuan yang bersifat aksiomatiklah yang bisa menghantarkan pada keyakinan yang tak terbantahkan.

 

Dari kegelisahan ini, Al-Ghazali mulai melakukan eksplorasi keilmuan dalam rangka merekonstruksi ulang keyakinannya dan pengetahuaannya; mana pengetahuan yang sekedar ilusi dan mana yang bersifat hakiki.

 

Obsesi Al-Ghazali pada saat itu adalah ia ingin mencapai sebuah pengetahuan dan keyakinan yang tak terbantahkan. Seperti pengetahuan aksiomatik bahwa dua lebih banyak dari satu. Bahkan, jika ada seorang ajaib yang bisa merubah wujud tongkat menjadi ular, dan merubahnya kembali mejadi tongkat, dan mengatakan bahwa dua tak lebih banyak dari satu, ia tak akan mempercayai ucapan orang ini. Karena jelas, secara prinsip, mustahil satu lebih banyak dari dua.

 

Hasrat yang tak terbendung ini telah mendorong Al-Ghazali untuk menceburkan diri ke dalam lautan yang gelap: dunia perbedaan dan pertentangan madzhab dan sekte, demi mencari kebenaran hakiki.

 

Ia mengawali pencarian kebenarannya dengan menceburkan diri ke dalam kelompok para teolog (mutakallimin) yang mengklaim diri mereka sebagai para argumentator ketuhanan dan bisa menghantarkan seseorang sampai pada pengetahuan tentang Tuhan (ma’rifatullah).

 

Namun, nampaknya Al-Ghazali tidak menemukan apa yang ia cari dari kelompok ini. Ia melihat, tujutan dari para teolog hanya menjadi anti-tesis dari aqidah bid’ah, dan bukan menghantarkan seseorang pada pengetahuan hakiki atas segala sesuatu.

 

Kemudian, dari teologi, Al-Ghazali beralih ke lembah filsafat. Ketertarikan Al-Ghazali terhadap filsafat tidak lepas dari citra filsafat yang dikenal sebagai ilmu yang mencoba mengetahui segala sesuatu secara hakiki.

 

Dari elaborasi yang dilakuaknnya, Al-Ghazali melihat filsafat sebagai disiplin ilmu yang cukup problelmatis. Ada beberapa poin dalam filsafat yang dapat membawa seseorang pada jurang kebid’ahan, bahkan kekafiran. Sehingga filsafat bukan jalan yang tepat untuk seseorang bisa mencapai pengetahuan hakiki tentang segala hal, tapi malah bisa menghantarkan seseorang pada jurang kesesatan.

 

Al-Ghazali melanjutkan eksplorasinya dengan masuk ke dalam aliran yang cukup populer pada saat itu, yakni Syi’ah Imamiyyah. Sebagaimana kelompok-kelompok sebelumnya, Syiah Imamiyyah juga mengklaim kebenaran ada dipihaknya dengan hadirnya sosok Imam yang Ma’sum (terjaga) dalam tradisi mereka.

 

Namun, setelah mempelajari aliran kelompok ini, Al-Ghazali menemukan beberapa poin di dalamnya yang kontradiktif dengan apa yang selama ini ia pahami tentang islam. Khususnya konsep imam maksum yang menempatkan imam mereka sebagai pemegang kebenaran mutlak, dan siapapun selain imam-imam mereka tak layak menjadi seorang pemberi petunjuk.

 

Setelah berhasil menidentifikasi kesesatan kelompok di atas, Al-Ghazali mulai melontarkan kritiknya dan kemudian melanjutkan pencariannya menuju samudra tasawuf.

 

Al-Ghazai, sebagai seorang yang terdidik dengan keimuan islam sedari kecil, telah mengenal tasawuf. Menurutnya, tasawuf, berbeda dengan ajaran lain yang berfokus pada ranah teoritis, adalah sebuah perjalanan sepiritual yang mengombinasikan ilmu dan amal praktis. Output dari ajaran tasawuf adalah membebaskan diri dari belenggu nafsu, membersihkan diri dari sifat-sifat yang tercela, dan menggantinya dengan sifat-sifat yang terpuji.

 

Di fase ini, Al-Ghazali agak kesulitan dibanding ketika menjadi pengikut teologi, filsafat, atau syiah imamah, karena ia harus mengejawentahkan ilmunya menjadi aksi konkrit. Ditambah lagi fokus tasawuf adalah wilayah bathin.

 

Setelah berusaha menjadi praktisi tasawuf (sufi), ia yaqin, bahwa  inilah yang selama ini ia cari. Ia mengatakan “apapun yang mungkin bisa dihasilkan dari jalan mencari ilmu telah aku hasilkan, namun, buah dari tasawuf tidak cukup kita hasilkan hanya dari membaca atau mendengar, tapi dengan merasakan, menghayati (dzauk) dan mengalaminya (suluk).”

 

Al-Ghazali juga merasa puas dengan hasil yang ia peroleh setelah menjadi praktisi tasawuf, yakni jawaban atas pertanyaan yang selama ini menjadi misteri yang menghantui hidupnya “apa itu pengetahuan hakiki atas segala sesuatu, dan bagaiamana aku memperolehnya.

 

 

 

×
Berita Terbaru Update