OPINI.CO. MALANG - Upaya menekan angka perkawinan anak di Kabupaten Malang terus digalakkan. Salah satunya dilakukan oleh Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) Kabupaten Malang, yang pada Kamis (8/5) menyelenggarakan pelatihan peningkatan kapasitas kader Posyandu. Kegiatan ini berlangsung dengan menggandeng Dinas Kesehatan dan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Malang.Lakpesdam NU Kabupaten Malang Gelar Pelatihan Peningkatan Kapasitas Kader Posyandu. (Dok. Syaifuddin)
Pelatihan ini bertujuan memperkuat peran kader Posyandu sebagai ujung tombak edukasi kesehatan reproduksi dan pendampingan keluarga di tingkat desa. Dalam pembukaannya, Ketua Lakpesdam PCNU Kabupaten Malang menyampaikan bahwa perkawinan anak harus dicegah sejak dini dengan membangun kesadaran bersama, terutama melalui pendekatan keluarga dan pendidikan di lingkungan remaja.
“Posyandu adalah pilar penting. Mereka yang paling dekat dengan warga, dan bisa menjadi jembatan informasi yang efektif,” ungkapnya.
Pelatihan diisi dengan dua narasumber utama. Materi pertama disampaikan oleh Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, drg. Ivan Drie, MMRS. Ia memaparkan pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi sejak dini agar remaja memiliki pemahaman yang benar mengenai tubuh mereka, serta bisa terhindar dari risiko anemia, stunting, dan kehamilan yang tidak direncanakan.
“Kita harus hentikan siklus perkawinan anak yang menimbulkan banyak persoalan. Salah satunya lewat edukasi yang benar dan pendekatan komunitas,” ujarnya.
Sesi kedua diisi oleh Kepala DPPKB Kabupaten Malang, Aniswaty Aziz, S.E., M.Si, yang mengangkat isu kesehatan mental remaja dan keamanan digital. Ia mengungkap bahwa tantangan remaja saat ini tidak hanya seputar pergaulan, tapi juga tekanan mental dan risiko kekerasan berbasis daring.
“Remaja kita perlu dibekali kemampuan mengenali emosi, mengelola stres, dan membangun relasi yang sehat, baik di dunia nyata maupun digital,” tuturnya. Ia menambahkan, pendekatan yang efektif harus melibatkan ayah, remaja laki-laki, dan pesantren.
Antusiasme peserta terlihat tinggi, terutama saat sesi tanya jawab. Beberapa kader menyampaikan kasus-kasus yang mereka temui di lapangan, mulai dari dispensasi nikah usia muda, hingga minimnya akses layanan konseling remaja. Salah satu perwakilan LSM bahkan menyampaikan keprihatinannya atas kasus anak usia 17 tahun yang sudah memiliki dua anak. Hal ini langsung ditanggapi oleh narasumber dengan ajakan untuk memperkuat jejaring kerja antar wilayah dan lintas sektor.
Kegiatan ini ditutup dengan komitmen bersama dari seluruh peserta untuk memperkuat peran Posyandu tidak hanya sebagai layanan kesehatan ibu dan anak, tetapi juga sebagai pusat edukasi dan pendampingan keluarga dalam mencegah perkawinan usia dini.
Pewarta : Syaifudin Zuhri